Motivasi Kura-Kura & Kancil

22 Oktober 2008

Sebagai ilustrasi : Slide di bawah ini menceritakan seekor kura dan kancil yang saling berdebat tentang tentang Siapakah yang paling unggul bila mereka melakukan pertandingan lari.



Kita semua pastilah tahu gajah liar. Tapi tahukah, ... bahwa dalam kondisi liar diamampu berjalan lebih dari 40 km per hari? Ia juga mampu mencari makan dalam jumlah yang berlimpah. Memiliki kekuatan merobohkan pohon, merusak satu kampung dan memiliki kekuatan lain.

Anda tahu bagaimana cara menjinakkan gajah liar itu? Pertama, tembak gajah itu
dengan obat bius. Kedua, ikat gajah itu dengan rantai dan ikatkan di pohon yang besar. Setelah siuman gajah akan lari, tapi karena kakinya diikat dengan rantai, gajah itu pasti akan terjatuh. Setelah terjatuh dia bangun lagi, lari dan jatuh lagi.

Begitu terus berulang-ulang . Setelah gajah lelah datanglah pawang gajah untuk
memberinya makan. Ketika gajah memiliki tenaga baru, dia berusaha lari lagi...
dan terjatuh lagi. Lalu datang pawang lagi, memberi makan. Kejadian seperti
itu terus berulang sampai kira-kira selama 2 pekan.

Di pekan ke-3 si pawang akan mengganti rantai yg mengikat kaki gajah dengan
tali plastik. Akankah gajah mencoba berotak lagi ? Ternyata tidak. Mengapa ?
Dia takut terjatuh lagi. Dia sudah punya pengalaman berkali-kali di dua pekan sebelumnya; kalau dia berlari pasti terjatuh. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa kemampuan gajah berkurang dan dibatasi dengan pikirannya sendiri.

Bahkan sampai mati nanti, kehidupan gajah dibatasi dengan pikirannya sendiri. Bila sudah begini, dia tidak mau lagi berjalan lebih dari 40 km. Dia tidak mau lagi mencari makanan sendiri, "Toh nanti ada yang mengantar makanan," pikir si gajah. Sesungguhnya pada dalam diri manusia pun banyak " rantai gajah ". "Tak mungkin saya berhasil, saya kan bukan sarjana "; enggak mungkin saya sukses, bapak dan kakek buyut saya kan miskin, garis keturunan saya adalah garis kere."; enggak mungkin saya berwira usaha, darah saya kan dari jawa, cocoknya orang bilang jadi pegawai negeri."

Ungkapan-ungkapan diri seperti itulah yg saya katakan sebagai "rantai gajah" dalam diri kita."Rantai gajah" juga bisa mewujud untuk membatasi pikiran ketika mendapati kondisi tubuh yang kurang sempurna, tingkat pendidikan rendah, kemiskinan, usia serta lain sebagainya. Ini tentu akan menghambat prestasi dan kemampuan kita yang sesungguhnya. Kemampuan optimal kita pun tak pernah tercermin dalam aktivitas sehari-hari.

Bila kita ingin memunculkan potensi diri kita yang sesungguhnya, kita harus
"take action" untuk membuang "rantai gajah" dalam pikiran kita. Lihatlah Ucok Baba yang bertubuh mungil, atau Tukul yang sosoknya oleh dirinya sendiri diakui sebagai sosok wong ndeso, mampu menjadi presenter di televisi. Kita tentu juga mengenal Helen Keler. Ia buta, tuli dan "gagu", tapi dia mampu lulus dari Harvard University. Kita juga pasti kenal Hee Ah
Lee, seorang yang harnya memilki 4 jari; 2 di kanan, 2 di kiri, namun dia menjadi pianis hebat dunia dan sudah menggelar konser di berbagai negara. Pendidikan juga tak boleh menjadi "rantai gajah". Juragan Bill Gates tidak menyelesaikan pendidikan sarjananya, namun mampu menjadi "raja diraja" komputer dan orang terkaya di dunia saat ini. Kemiskinan pun tidak boleh menjadi "rantai gajah". Mantan Meneg BUMN, Sugiharto pernah menjadi seorang pengasong, tukang parkir, dan kuli pelabuhan. Kemiskinan juga melilit masa lalu kehidupan Sylvester Stallone, yang kini menjadi bintang Hollywood papan atas.

Maka marilah sekarang juga membuang "rantai gajah" yang masih melekat dalam pikiran kita agar kita mampu menembus berbagai keterbatasan.

Dikutip dari buku Menyemai Impian Meraih Sukses Mulia, Jamil Azzaini.

0 komentar:

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet