Goal Seeker vs Goal Getter

29 Desember 2008



"Goals are not only absolutely necessary to motivate us. They are
essential to really keep us alive." -Robert H. Schuller

Pada penghujung 2008 ini, alangkah baiknya jika kita mulai menentukan kembali goal yang akan kita raih pada 2009 atau mungkin akan diwujudkan dalam kehidupan kita. Berbicara soal goal dan tujuan hidup, di sinilah kita bisa bedakan dua tipe orang.

Orang yang pertama kita kategorikan sebagai goal seeker, dan kedua kita sebut goal getter. Goal seeker, adalah tipe orang yang selalu terus-menerus mencari goal. Goal getter adalah tipe orang yang selalu berusaha mewujudkan goal yang telah dicanangkannya. Semuanya memang berawal dan dimulai dari sebuah proses yang namanya goal.

Seorang yang belum memiliki goal yang jelas dan spesifik dalam hidupnya haruslah memulai langkah pertamanya dengan membuat suatu tujuan, yaitu menentukan apa yang sebenarnya mau diraih dalam hidup ini. Perilaku inilah yang sebenarnya kita sebut sebagai goal seeker.

Goal seeker biasanya memulai menemukan goal-nya baik dengan cara merenungkan goal hidupnya, ataupun dengan memodel orang-orang yang telah berhasil dalam pencapaian goal tersebut sehingga terinspirasi juga untuk mencapai goal yang sama bahkan lebih.

Siapa pun yang sukses, akan setuju bagaimana goal memiliki peranan yang penting dalam kehidupan mereka. Bahkan fisikawan Albert Einstein pun mengatakan, "If you want to live a happy life, tie it to a goal, not to people or things."

Ya, untuk menghidupi kehidupan yang bahagia, tentunya harus mengikatkannya dengan sebuah goal yang jelas. Namun, kehidupan tidaklah boleh berhenti hanya pada tataran membuat goal saja. Itulah yang banyak dialami oleh orang yang hidupnya mandek.

Setelah seorang goal seeker menemukan apa yang akan diraihnya, berikutnya dia harus bergerak menjadi goal getter. Dalam proses menuju goal getter, seorang goal seeker biasanya harus melewati banyak rintangan dan hambatan. Di sinilah godaannya. Sering terjadi, para goal seeker jadi frustrasi, menyerah bahkan akhirnya menyibukkan diri dengan terus-menerus mencari goal yang baru, dan mengganti goal lama yang sebenarnya belum pernah diusahakan sama sekali.

Inilah titik kritis di mana kalau goal seeker tidak mengalami transformasi menjadi seorang goal getter, waktu hidupnya akan terus-menerus dipakai untuk mencari goal yang baru. Akibatnya, setelah beberapa lama, entah beberapa bulan bahkan beberapa tahun, goal seeker tidak menghasilkan apa-apa sama sekali. Mereka kelihatan sibuk, tetapi pada dasarnya tidak menghasilkan apa pun (busy but not productive!) .

Rasanya kita perlu mengingat kata-kata bijak dari co-writer buku The Power of Focus, yakni Les Brown yang mengatakan "You must take action now that will move you towards your goals. Develop a sense of urgency in your life."

Ya, diperlukan tindakan dan sesegera mungkin menjadi goal getter. Ambillah tindakan yang makin mengarahkan Anda menuju goal. Bangun terus sense of urgency dalam mencapai goal tersebut dengan melakukan transisi menjadi seorang goal getter, bukan hanya berhenti pada bermimpi saja.

Jadi manusia langka
Ada begitu banyak goal setter di dunia ini, tetapi sedikit sekali yang bisa berubah menjadi goal getter. Jadilah bagian dari manusia-manusia yang langka ini sehingga hidup Anda bukan hanya berisi ilusi semata, melainkan juga betul-betul menjadi sebuah realita yang bisa Anda nikmati, setelah Anda melewati berbagai rintangan di depan goal tersebut.

Dalam hal ini kita perlu belajar dari William Clement Stone, salah satu orang terkaya di Amerika yang merajut hidupnya dari mimpi-mimpi yang direalisasikannya sejak kecil. Bahkan, dengan beraninya, untuk mewujudkan mimpinya, sejak kecil dia nekat menjual koran di restoran.

Tahukah Anda, pada masa itu, menjual koran di restoran adalah hal yang tabu dan belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, dengan sikapnya yang persisten, ramah serta persuasif, akhirnya diceritakan bagaimana William meluluhkan hati para pemilik restoran untuk pertama kalinya mengizinkan seorang anak gembel menjual koran di restoran mereka.

Para pemilik restoran ini sama sekali tidak menyangka bahwa akhirnya, anak gembel yang gigih dengan semangatnya ini akan menjadi salah satu orang terkaya di Amerika yang memiliki bisnis asuransi terbesar pada masanya bahkan menjadi penulis berbagai buku tentang
mental positif.

Dalam bukunya yang terkenal The Success System That Never Fails, dia berkata, "To solve a problem or to reach a goal, you don't need to know all the answers in advance. But you must have a clear idea of the problem or the goal you want to reach." Dengan kata lain, William mengingatkan para goal getter mereka perlu memiliki kejelasan yang sangat jelas, spesifik dan detail tentang goal yang mau diraihnya.

Semakin spesifik dan semakin detail goal yang mau diraih bagi seorang goal getter, semakin jelas dan memudahkan bagi seorang goal getter untuk meraih goal yang telah ditentukannya saat mengalami transformasi dari goal seeker menjadi seorang goal getter.

Bahkan, Anda mungkin pernah mendengar ada pepatah yang mengatakan, "A goal properly set is halfway reached." Saat goal sudah ditentukan, perjalanan seorang goal seeker menjadi goal getter hanya tinggal setengah perjalanan lagi, tinggal membuat perencanaan-perencanaan dan tindakan-tindakan yang akhirnya akan mengarahkannya menjadi seorang goal getter.

Berikutnya, untuk memulai realisasi goal yang telah ditentukan, hal terpenting bagi seorang goal getter adalah menciptakan momentum. Momentum, berarti mengambil sebuah tindakan, entah tindakan itu besar ataupun kecil, tapi mulai melakukan aksi yang intinya membawanya semakin dekat pada tujuannya.

Tindakan itulah yang diperlukan agar mereka mulai termotivasi untuk segera mewujudkan goalitu. Benarlah sebuah kalimat bijak yang dikatakan oleh motivator nomor satu dunia, Anthony Robbins. "The most important thing you can do to achieve your goals is to make sure that as soon as you set them, you immediately begin to create momentum. "

Dalam rangka menciptakan momentum ini, biasanya hambatan yang paling sering dialami oleh seorang goal seeker adalah dalih (excuse) bahwa mereka membutuhkan dan mencari 'timing' atau waktu yang tepat.

Marilah kita percaya, waktu yang tepat itu tidak pernah ada. Waktu yang paling tepat itu sebenarnya sekarang. Marilah kita simak tip yang diberikan oleh Napoleon Hill, penulis buku Think and Grow Rich yang mengatakan, "Don't wait. The time will never be just right."

Sekali lagi, waktu yang terbaik tentu saja sekarang. Janganlah bermimpi bahwa akan ada waktu yang pas. Mulailah berani mengambil langkah-langkah awal yang yang akan menuntun kita semakin dekat dengan goal kita.

Yang jelas, penyebab seorang goal seeker gagal menjadi seorang goal getter adalah kurang atautidak adanya tindakan untuk merealisasikan goal. Saya mengenal seorang sahabat saya yang punya rencana membangun bisnis media sejak 5 tahun yang lalu. Sampai sekarang pun dia masih terus mencita-citakannya.

Itulah contoh goal seeker yang terus-menerus berada di penantiannya. Jangan menjadi pribadi yang demikian. Marilah, mulai saat ini jadilah seorang goal getter bukan sekadar goal seeker yang selalu terus-menerus membuat goal. Jadikan 2009 menjadi tahun yang spektakuler bagi Anda, bukan hanya karena banyaknya jumlah impian Anda melainkan juga karena banyak impian Anda yang bisa terwujud!

SELAMAT TAHUN BARU 2009


Sumber: Goal Seeker vs Goal Getter oleh Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency

Alat Vital

27 Desember 2008


Oleh : Rm. Paulus Waris, O. Carm

Kalau saya mengatakan alat vital, apa yang kamu pikirkan? Dari seluruh tubuh kita, manakah yang paling vital? Kayak pertanyaan dalam pelajaran biologi, hehehehe. tetapi ini sungguh penting, yaitu mengetahui bagian tubuh kita yang paling penting, untuk mengetahui bahwa kita sungguh-sungguh hidup.
Berikut ini ada cerita yang cukup menarik mengenai hal itu, dikirim oleh temanku, dan kubagikan kepadamu. bacalah ...

Bagian Terpenting Dari Tubuhmu

Ibuku selalu bertanya padaku, apa bagian tubuh yang paling penting.
Bertahun-tahun, aku selalu menebak dengan jawaban yang aku anggap benar. Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, "Telinga, Bu." Tapi, ternyata itu bukan jawabannya.
"Bukan itu, Nak. Banyak orang yang tuli. Tapi, teruslah memikirkannya dan aku menanyakan lagi nanti."
Beberapa tahun kemudian, aku mencoba menjawab, sebelum dia bertanya padaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini aku memberitahukannya. "Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita."
Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta."
Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, Anakku."
Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.
Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"
Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku. Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar-benar "hidup".
Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus mendapat pelajaran yang sangat penting." Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu."
Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?"
Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."

Akhirnya, aku tahu. Bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialami oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan. Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan. Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.

Miskin Tapi Bahagia

25 Desember 2008


Orang termiskin yang aku ketahui adalah orang yang tidak mempunyai
apa-apa kecuali uang.
– John D. Rockefeller JR
Dalam rubrik Kilasan Kawat Sedunia, Harian KOMPAS pernah memuat ringkasan hasil survei yang menarik perhatian saya. Ia menceritakan hubungan antara uang—indikator utama yang sering dipergunakan untuk mengukur seberapa kaya atau seberapa miskin seorang anak manusia itu dengan kebahagiaan. Survei yang unik dan jarang dilakukan ini—setahu saya belum pernah ada survei semacam ini di Indonesia—mungkin dapat memberi pelajaran tertentu pada kita. Berikut petikannya:

Pemeo "uang tak bisa membeli kebahagiaan" ternyata memang benar. Sebuah survei di Australia menunjukkan, kaum kelas menengah di Sydney masuk kategori warga yang paling menderita di Australia. Sebaliknya, tingkat kebahagiaan warga yang hidup di beberapa daerah pemukiman paling miskin malah lebih tinggi.

"Pengaruh uang pada kebahagiaan nyatanya hanya terasa pada golongan yang luar biasa kaya," kata Liz Eckerman, peneliti dari Universitas Deakin, seperti dikutip kantor berita AFP, Senin (13/2).

"Uang tak bisa membeli kebahagiaan. Ini jelas terbukti dalam jajak pendapat yang kami lakukan pada 23.000 warga yang sudah kami wawancarai," kata Eckerman kepada Radio Australia, ABC.

Temuan-temuan yang disusun sejak tahun 2001 menunjukkan bahwa di Australia, negara dimana tak ada kesenjangan kemakmuran yang ekstrem, mereka yang hidup paling bahagia ada di lapisan bawah. Mereka yang happy juga lebih banyak berada dalam kategori usia 55
tahun atau lebih, lebih banyak di antara kaum perempuan, dan kebanyakan pula ada di antara mereka yang menikah alias yang tak men-jomblo.

Survei ditujukan untuk mengungkap kepuasan seseorang terkait dengan berbagai hal, seperti standar hidup, kesehatan, pencapaian dalam hidup, dan keamanan. Di antara 150 daerah sasaran survei, salah satu daerah termiskin di Australia, yakni Wide Bay di pedalaman Queensland, penduduknya ternyata termasuk yang paling bahagia di negeri kangguru itu.

Terus terang, saya tidak tahu seberapa banyak uang yang harus dimiliki seseorang untuk bisa masuk dalam kategori kelas menengah di Sydney. Juga tidak terlalu jelas bagi saya berapa jumlah uang yang dimiliki oleh rata-rata penduduk Wide bay di pedalaman Queensland, sehingga mereka disebut daerah termiskin di negara tersebut. Lalu, berapa pula harta yang dimiliki seseorang agar bisa disebut Eckerman sebagai "luar biasa kaya"? Datanya tidak disebutkan oleh KOMPAS.

Namun, terlepas dari minimnya data yang bisa kita peroleh, tetaplah menarik ketika Eckerman, peneliti itu, membuat kesimpulan bahwa yang hidup paling bahagia di Australia adalah penduduk di lapisan bawah (miskin); kebanyakan berusia 55 tahun atau lebih; kebanyakan perempuan; dan kebanyakan menikah. Mereka inilah yang paling merasa puas dengan standar hidup mereka, puas dengan kesehatan mereka, puas dengan pencapaian dalam hidup mereka, dan puas dengan keamanan di lingkungannya. Mereka inilah orang-orang yang miskin, tetapi kaya. Miskin dalam harta benda, tetapi kaya dalam kepuasan hidup. Sungguh
sebuah realitas yang memesona.

Ada beberapa pelajaran yang saya pulung dari survei di atas. Pertama, saya menduga penelitian tersebut menempatkan rasa puas---atas standar hidup; atas kesehatan; atas pencapaian dalam hidup; dan atas keamanan di lingkungannya- --sebagai indikator utama kebahagiaan. Dan jika hal itu kita gunakan untuk bercermin, maka kita bisa mencoba menjawab empat pertanyaan berikut:
  1. Apakah saya puas dengan standar hidup kita sejauh ini?
  2. Apakah saya puas dengan kesehatan saya sejauh ini?
  3. Apakah saya puas dengan apa yang sudah saya capai dalam hidup sejauh ini?
  4. Apakah saya puas dengan keamanan di lingkungan saya sejauh ini?

Bisakah kita menjawab YA dengan mantap untuk keempat pertanyaan sederhana semacam itu? Atau mungkin jawaban kita perlu diberi bobot tertentu, katakanlah untuk tiap jawaban menggunakan skala 1-5.
Angka
1 berarti TIDAK PUAS SAMA SEKALI,
angka 2 berarti TIDAK PUAS;
angka
3 berarti CUKUP PUAS;
angka 4 berarti PUAS; dan
angka 5 berarti
SANGAT PUAS.
Sehingga, total nilai 12 berarti CUKUP PUAS dan total
nilai 20 berarti SANGAT PUAS.

Mereka yang bisa mengumpulkan nilai
mendekati angka 20-lah yang pantas kita anggap bahagia. Nah, dengan demikian kita bisa mengukur seberapa bahagia diri kita masing-
masing, setidaknya untuk saat ini. Lalu kita juga bisa menyadari pada bagian mana dari keempat hal tersebut yang kita rasa paling meresahkan dan mengurangi kebahagiaan hidup kita sejauh ini. Dari sini kita kemudian bisa memikirkan cara-cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kebahagiaan kita.

Pelajaran kedua yang saya petik adalah soal hubungan antara uang/kekayaan dengan kebahagiaan. Sudah lama saya mengetahui bahwa uang dan kebahagiaan adalah dua hal yang tidak selalu berkaitan. Setidaknya saya mengenal sejumlah kawan yang punya uang miliaran rupiah dan kadang mengaku bahwa hidupnya tidak bahagia. Sementara itu sejumlah kawan lain yang uangnya tidak sampai miliaran tak pernah saya dengar mengeluhkan soal apakah dirinya bahagia atau tidak. Jadi saya sering bingung jika melihat sebagian kawan berjuang mati-matian untuk bisa kaya karena percaya kalau kekayaan bisa membuat mereka pasti bahagia. Sementara yang sudah jauh lebih kaya, mengaku tidak bahagia. Nah, atas kebingungan inilah survei Eckerman tadi bisa memberi sedikit penjelasan. Hanya pada orang atau golongan
yang "luar biasa kaya", ada hubungan antara uang mereka dengan
kebahagiaan mereka. Seakan-akan ada semacam ambang batas kekayaan yang bisa membuat kekayaan itu berdampak langsung pada kebahagiaan. Ambang batas itu tidak disebut, mungkin satu juta dolar Amerika, atau jumlah yang lebih besar.

Pelajaran ketiga, dan buat saya paling mengesankan, adalah kesimpulan survei tersebut yang menunjuk sebuah daerah termiskin di pedalaman Queensland memiliki penduduk yang paling bahagia. Kesimpulan ini sungguh membesarkan hati. Sebab ini membuka kemungkinan bahwa kawan-kawan saya di pelosok-pelosok yang sulit terjangkau sarana transportasi modern—seperti di Papua, misalnya—amat boleh jadi adalah orang-orang yang paling bahagia hidupnya.

Nah, apakah Anda kaya atau Anda bahagia?

Sumber: Miskin Tapi Bahagia oleh Andrias Harefa, Pembelajar Mindset Transformation, Certified Trainer and Therapist, Penulis 30 Buku Best-Seller

Here is a short story with a beautiful message

Little girl and her father were crossing a bridge.
Seorang gadis kecil dan ayahnya sedang melewati jembatan
The father was kind of scared so he asked his little daughter,
Si ayah sedikit agak kwatir sehingga ia berkata kepada anak gadis kecilnya
'Sweetheart, please hold my hand so that you don't fall into the river.'
'Sayang, peganglah tangan ayah agar kamu tidak jatuh ke sungai.'
The little girl said, 'No, Dad. You hold my hand.'
Si gadis kecil berkata,'Tidak, ayah. Ayah yg pegang tangan saya.'
'What's the difference?' Asked the puzzled father.
'Apa bedanya? Tanya ayah yg kebingungan.
'There's a big difference,' replied the little girl.
'Bedanya besar sekali,' Si gadis kecil menjawab.

'If I hold your hand and something happens to me,
‘Jika saya yg memegang tangan ayah dan sesuatu terjadi pad diri saya,
chances are that I may let your hand go.
Kemungkinan besar tangan ayah akan terlepas oleh saya
But if you hold my hand, I know for sure that no matter what happens,
Tapi jika ayah yg memegang tangan saya, saya sangat yakin apapun yg terjadi
you will never let my hand go.'
Ayah tidak akan pernah melepaskan tangan saya


Dia yang mengejar dua kelinci akan kehilangan dua kelinci

20 Desember 2008


Masih ingatkan kita waktu kecil dulu bermain permainan galasin atau gobaksodor ? Ketika mendapat giliran menjaga garis, kita harus menjaga line agar tidak dilewati pemain lawan, dan tidak jarang ada dua pemain lawan yang sedang mencoba melewati garis pertahanan kita secara bersamaan. Dan saat kita memaksakan untuk menjaga garis agar kedua pemain lawan tersebut tidak melewati kita, hasilnya lebih sering keduanya berhasil melewati, dan kemudian membuat rekan kita penjaga line berikutnya kewalahan - dan akhirnya team kita harus kehilangan angka.


Tahukah Anda?


Tahukah anda kalau orang yang kelihatan begitu tegar hatinya, adalah orang yang sangat lemah dan butuh pertolongan?

Tahukah anda kalau orang yang menghabiskan waktunya untuk melindungi orang lain adalah justru orang yang sangat butuh seseorang untuk melindunginya?

Tahukah anda kalau tiga hal yang paling sulit untuk diungkapkan adalah : Aku cinta kamu, maaf dan tolong aku

Tahukah anda kalau orang yang suka berpakaian warna merah lebih yakin kepada dirinya sendiri?

Tahukah anda kalau orang yang suka berpakaian kuning adalah orang yang menikmati kecantikannya sendiri?


Tahukah anda kalau orang yang suka berpakaian hitam adalah orang yang ingin diperhatikan dan butuh bantuan dan pengertian anda?

Tahukah anda kalau anda menolong seseorang, pertolongan tersebut dikembalikan dua kali lipat?

Tahukah anda bahwa lebih mudah mengatakan perasaan anda dalam tulisan dibandingkan mengatakan kepada seseorang secara langsung? Tapi tahukah anda bahwa hal tsb akan lebih bernilai saat anda mengatakannya dihadapan orang tsb?

Tahukah anda kalau anda memohon sesuatu dengan keyakinan, keinginan anda tsb pasti dikabulkan?

Tahukah anda bahwa anda bisa mewujudkan impian anda, spt jatuh cinta, menjadi kaya, selalu sehat, jika anda memintanya dengan keyakinan, dan jika anda benar2 tahu, anda akan terkejut dengan apa yang bisa anda lakukan.


Tapi jangan percaya semua yang saya katakan , sebelum anda mencobanya sendiri, jika anda tahu seseorang yang benar2 butuh sesuatu yg saya sebutkan diatas, dan anda tahu anda bisa menolongnya, anda akan melihat bahwa pertolongan tsb akan dikembalikan dua kali lipat.

Jet Li, Jagoan Di Dalam Dan Luar Film

14 Desember 2008

Bagi penggemar film-film action, khususnya silat, pastilah satu nama ini tak bisa lepas dari ingatan. Gerakannya yang lincah dan gaya bertarungnya sangat lentur. Tak heran, sebab, sosok ini-Jet Li-bukan sekadar aktor yang ahli di layar perak, tapi juga memang juara beladiri sejati di kehidupan senyatanya. Tengoklah prestasinya. Berturut-turut selama lima tahun, dari 1974-1979, Jet Li mampu menjuarai kejuaraan bela diri pada pertandingan Chinese National Martial Arts Contest.

Terlahir di Beijing China pada 26 April 1963, Jet Li yang bernama Mandarin Li Lian Jie tak begitu saja menjadi ternama seperti sekarang. Ia mengalami proses perjuangan panjang layaknya kisah-kisah dalam berbagai filmnya. Bahkan, ia tercatat mengalami beberapa kegagalan dalam proyek film yang digarapnya. Pernah suatu ketika, Jet Li yang mulai terkenal melalui film Shaolin Temple ini mencoba merambah Amerika. Kala itu, sekitar tahun 1989, ia tampil di film Dragon Fight. Hasilnya jeblok. Tapi, bukan Jet Li kalau langsung menyerah. Ia pun lantas bertemu dengan produser dan sutradara ternama, Tsui Hark. Bersama, mereka lantas membuat film dengan dana pribadi dengan judul The Master pada tahun 1990. Hasilnya? Makin jeblok, bahkan film itu konon tak diterima bioskop di sana. Ia pun kemudian kembali ke China dan meneruskan karier filmnya kembali, mulai dari bawah.

Sebenarnya, awal kecintaan Jet Li pada dunia film tak bisa terlepas dari kecintaan dirinya pada beladiri wu shu. Sebab, beladiri inilah yang pertama kali menerbangkannya ke Amerika untuk mementaskan wu shu di depan presiden Amerika saat itu, Richard Nixon. Kala itu, Jet Li terpilih sebagai bagian dari kontingen pertukaran budaya karena prestasinya di kejuaraan beladiri di China.

Wu shu sendiri memang seperti sudah mendarah daging pada diri Jet Li. Sejak usia dini, Jet Li sudah belajar beladiri yang sangat kental nuansa orientalnya ini. Kala itu, sekitar usia 8 tahunan, ia masuk ke sekolah beladiri di Beijing Athletic School. Di sana, pria yang sudah menjadi yatim sejak usia dua tahun ini bertemu dengan guru yang kemudian dianggap sebagai ayahnya sendiri, Wu Ben.

Wu Ben inilah yang melihat bakat Jet Li yang tersembunyi. Bakat alami yang dimiliki Jet Li kemudian membuat Wu Ben berusaha melatih Jet Li sangat keras. Kala itu, Jet Li sempat merasa dirinya diberi porsi latihan yang tak semestinya. Ia merasa harus berlatih lebih berat daripada rekan yang lain sehingga membuatnya sempat merasa tak sepaham dengan Wu Ben. Tapi, belakangan, Jet Li baru sadar, bahwa Wu Ben justru sedang berusaha memunculkan bakat alami dan mengasahnya agar menjadi modal masa depan Jet Li. Dan, semua itu terbukti kala Jet Li mampu menjadi juara di berbagai pertandingan beladiri sehingga ia diajak berkeliling dunia ke lebih dari 40 negara untuk mempertunjukkan keampuhan beladiri asli China.

Bakat dan kemampuannya inilah yang kemudian mengantarkan Jet Li masuk ke dunia film. Kala itu, film pertamanya berjudul Shaolin Temple mendulang sukses yang luar biasa. Film inilah yang kemudian mengenalkan kehidupan ala Shaolin ke seluruh dunia sehingga banyak pemuda yang ingin belajar langsung ke kuil Shaolin. Sejak saat itu, berturut-turut, banyak film yang sukses dibintanginya.

Meski sempat gagal saat mencoba merambah Amerika, ia kemudian justru sukses saat menjadi tokoh jahat di film Lethal Weapon 4 yang juga dibintangi aktor ternama, Mel Gibson. Sejak saat itu, nama Jet Li menjadi makin terkenal di Amerika dan dunia, sehingga film-film lawasnya pun ikut kembali terangkat.

Saat di puncak ketenaran, sebuah kejadian nyaris merenggut nyawanya. Kala itu, Jet Li bersama anaknya yang baru berusia 4 tahun, nyaris ikut terbawa arus laut yang menggila karena tsunami besar tahun 2004. Saat sedang berlibur di Maladewa, ia harus pontang panting menyelamatkan keluarganya hingga kakinya sempat robek terkena pecahan furnitur. Inilah yang kemudian membuatnya sadar untuk segera berbuat sesuatu bagi sesamanya. "Saya yakin bahwa dunia adalah satu keluarga besar, karena itulah kita perlu membantu satu sama lain," sebutnya kala meresmikan yayasan yang dibentuknya, One Foundation. Yayasan ini dibentuk salah satu tujuannya untuk memberikan bantuan bagi mereka yang terkena bencana atau musibah besar karena faktor alam, tanpa melihat batasan agama, ras, sosial. Melalui yayasan ini, Jet Li menggugah kepedulian dengan program 1 person + 1 dollar + 1 month (each month) = 1 (big) family, yang berarti satu orang yang mampu mendonasikan satu dolar tiap bulan akan membantu banyak keluarga di dunia sebagai sebuah keluarga besar.

Ketenaran Jet Li sebagai aktor laga tak diragukan lagi. Itu semua merupakan buah kerja keras dan semangat pantang menyerah dalam hidupnya. Kini, dengan apa yang diraihnya, ia ikut menggugah kepedulian orang dengan yayasan yang dibentuknya. Sungguh, sebuah sikap yang patut diacungi jempol dan diteladani. Luar biasa!!!

Sumber : Andriewongso.com

Kambing "Kematian" Disembelih di Antara Surga dan Nerak

Lukmanul Hakim merupakan lelaki sholeh yang banyak menyampaikan nasehat bijak kepada putranya. Ia bukan seorang Nabi atau Rasul Allah ta'aala. Sedemikian mulianya beliau sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu surah di dalam Al-Qur'an. Di antara nasehatnya yang tidak termaktub di dalam Al-Qur'an ialah ucapannya kepada putranya sebagai berikut:


إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ بِقَدْرِ بَقَاعَةَ فِيهَا وَاعْمَلْ لِآخِرَتَكَ بِقَدْرِ بَقَاعَةَ فِيهَا

"Berbaktilah untuk duniamu sesuai jatah waktu engkau tinggal di dalamnya. Dan berbaktilah untuk akhiratmu sesuai jatah waktu engkau tinggal di dalamnya."

Subhanallah…!

Sebuah nasihat yang sungguh mencerminkan kedalaman perenungan Lukmanul Hakim akan hakekat perbandingan kehidupan di dunia dengan akhirat. Ia sangat memahami betapa jauh lebih bermaknanya kehidupan di akhirat daripada kehidupan di dunia. Dan betapa fananya dunia ini dibandingkan kekalnya alam akhirat kelak..!

Coba kita renungkan. Berapa lama jatah waktu hidup kita di dunia? Paling-paling hanya 60-an atau 70-an tahun. Kalau bisa lebih daripada itu tentu sudah sangat istimewa. Seorang yang mencapai usia 100 tahun sungguh sudah sangat luar biasa..! Sehingga Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam mengisyaratkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

"Umur ummatku antara enampuluh hingga tujuhpuluh tahun, dan sedikit di antara mereka yang mencapai (tujuhpuluh tahun) itu." (HR Tirmidzi 3473)

Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam wafat pada usia 63 tahun hijriyah. Demikian pula dengan kedua sahabat utamanya Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Keduanya wafat pada usia 63 tahun hijriyah. Ini semata taqdir Allah ta'aala, bukan suatu kebetulan, yang tentunya mengandung rahasia dan hikmah ilahi.

Dan berapa lama jatah hidup seseorang di akhirat? Menurut Al-Qur'an manusia bakal hidup kekal selamanya di akhirat. Dalam Al-Qur'an disebut dengan istilah:

خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

"Kekal selamanya di dalamnya."

Bahkan di dalam hadits kita jumpai keterangan mengenai hal ini dengan ungkapan yang lebih membangkitkan bulu roma. Nabi shollallahu 'alaih wa sallam menjelaskan bahwa ketika nanti seluruh penghuni surga telah dimasukkan ke dalam surga sementara penghuni neraka telah masuk neraka semuanya, maka Allah ta'aala akan tampilkan kematian dalam wujud seekor kambing yang ditempatkan di antara surga dan neraka.

Selanjutnya Allah ta'aala perintahkan malaikat untuk menyembelih "kematian" sambil ditonton oleh segenap ahli neraka dan ahli surga. Sesudah itu Allah ta'aala akan berfirman kepada ahli surga: "Hai penghuni surga kekallah tidak ada lagi kematian…"

Selanjutnya Allah ta'aala berfirman kepada para ahli neraka: "Hai penghuni neraka kekallah tidak ada lagi kematian..."

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ

Bersabda Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam: "Kematian didatangkan pada hari kiamat berupa seekor kambing hitam..." (HR Muslim 5087)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَارَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فِي الْجَنَّةِ وَأَهْلُ النَّارِ فِي النَّارِ جِيءَ بِالْمَوْتِ حَتَّى يُوقَفَ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ ثُمَّ يُذْبَحُ ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ يَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ فَازْدَادَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَرَحًا إِلَى فَرَحِهِمْ وَازْدَادَ أَهْلُ النَّارِ حُزْنًا إِلَى حُزْنِهِمْ (أحمد)

"Bila penghuni surga sudah masuk surga dan penghuni neraka masuk neraka, datanglah kematian berdiri di antara surga dan neraka, kemudian disembelih. Lalu terdengar seruan "Hai penghuni surga kekallah tidak ada lagi kematian… Hai penghuni neraka kekallah tidak ada lagi kematian", maka bertambahlah kegembiraan penghuni surga dan bertambahlah kesedihan penghuni neraka." (HR Ahmad 5721)

Saudaraku, bila Allah ta'aala taqdirkan kita hidup di akhirat dalam kesenangan abadi di dalam surga tentulah ini suatu kenikmatan yang tiada tara dan bandingan. Sebaliknya, barangsiapa yang ditaqdirkan Allah ta'aala hidup di akhirat di dalam penderitaan abadi siksaan neraka tentulah ini suatu kerugian yang sungguh nyata dan mengerikan...! Na'udzubillahi min dzaalika...!

Pantas bilamana Nabi shollallahu 'alaih wa sallam menggambarkan betapa tiada berartinya kesenangan dunia yang penuh kepalsuan jika dibandingkan dengan kesenangan surga yang hakiki, bukan khayalan atau virtual atau sekedar dongeng orang-orang terdahulu. Begitu pula tiada berartinya kesulitan di dunia yang penuh tipuan jika dibandingkan dengan kesulitan dan penderitaan sejati neraka yang berkepanjangan tiada ujung akhir, bukan khayalan atau virtual atau sekedar dongeng orang-orang terdahulu.... Na'udzubillahi min dzaalika...!

يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

"Pada hari berbangkit didatangkan orang yang paling ni'mat hidupnya sewaktu di dunia dari ahli neraka. Maka ia dicelupkan ke dalam neraka sejenak. Kemudian ditanya:"Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesenangan? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rabb." Lalu didatangkanlah orang yang paling sengsara hidupnya sewaktu di dunia dari ahli surga. Maka ia dicelupkan ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya:"Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesengsaraan? Apakah kamu pernah merasakan penderitaan?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rabb. Aku tdk pernah mengalami kesengsaraan dan tidak pula melihat penderitaan" (HR Muslim 5018)

Maka saudaraku, pantaskah kita mempertaruhkan kehidupan kita yang hakiki dan abadi di akhirat nanti demi meraih kesenangan dunia yang fana dan sesungguhnya penuh dengan tipuan yang sangat memperdayakan....? Saudaraku, jadilah orang yang "cerdas" versi Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam. Bukan orang yang cerdas berdasarkan pandangan para pencinta dunia yang sejatinya sangat bodoh dan tidak sabar...!

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ

"Orang yang paling cerdas ialah barangsiapa yang menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi ('amal-perbuatan) dirinya dan ber'amal untuk kehidupan setelah kematian." (At-Tirmidzi 8/499)

Habitus Orang Kaya

08 Desember 2008

Manusia membangun habitus secara perlahan. Dan kemudian habitus itu membentuk nasibnya. Pandir Karya "Apakah habitus orang kaya yang paling umum?" tanya saya kepada sejumlah kawan.
  • "Mereka super pelit," kata Iin.
  • "Orang kaya yang saya kenal banyak yang sombong," jawab Toni.
  • "Selalu memperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat," kataHerlina.
  • "Tidak suka berhutang," ujar Didi.
  • "Suka menawar harga barang yang ingin dibelinya," jelas Diah.
  • "Mereka suka memamerkan kekayaannya, " kata Rudy.
  • "Cenderung serakah dan asosial," gagas Yuyun.
  • "Hanya membeli barang-barang bermerek terkenal," ujar Lilik.
  • "Hidup hemat, cenderung pelit, dan tidak suka menunjukkan kemampuan mereka yang sebenarnya," papar Dewi.
  • "Suka bangun siang dan tidur dini hari," kata Indra.



"Habitus (Latin) bisa berarti kebiasaan, tata pembawaan, atau penampilan diri, yang telah menjadi insting perilaku yang mendarah daging, semacam pembadanan dari kebiasaan kita dalam rasa-merasa, memandang, mendekati, bertindak, atau berinteraksi dalam kondisi suatu masyarakat… bersifat spontan, tidak disadari pelakunya apakah itu terpuji atau tercela, seperti orang tak sadar akan bau mulutnya. Ia bisa menunjuk seseorang, tapi juga kelompok sosial," demikian antara lain penjelasan B. Herry-Priyono (Kompas, 31 Desember 2005).

Perhatikan bahwa habitus "...telah menjadi insting perilaku yang mendarah daging", "bersifat spontan", "tidak disadari pelakunya", dan bisa menunjuk kepada "kelompok sosial" tertentu. Nah, dengan pemahaman ini, mari kita coba pikirkan, apa sajakah habitus kelompok sosial ekonomi atas (baca: orang-orang kaya dan super kaya) yang telah menjadi insting perilaku yang mendarah daging, bersifat spontan, dan tidak disadari pelakunya (baca: bersifat reflek)?

Dari studi literatur tentang kecenderungan perilaku orang-orang kaya di Amerika dan Asia, serta dari pengamatan pribadi mengenai perilaku sejumlah kawan yang kaya di Indonesia, sekurang-kurangnya bisa disebutkan beberapa habitus yang saling kait mengait satu sama lain
sebegai berikut.

Habitus pertama, dan boleh jadi ini yang terpenting, mereka menikmati hidup dengan standar jauh dibawah kemampuan mereka yang sebenarnya. Artinya, secara keuangan mereka lebih kuat dari apa yang nampak oleh mata lingkungannya. Mereka lebih kaya dari apa yang mungkin dipikirkan orang lain di sekitar mereka (tetangganya) . Bila mereka sesungguhnya mampu membeli rumah seharga Rp 10 miliar, maka mereka senang memilih rumah seharga Rp 1 miliar. Jika mereka mampu membeli mobil seharga Rp 2 miliar, mereka senang memilih mobil seharga Rp 600 juta saja. Sekalipun mereka lebih dari mampu membeli barang-barang yang dipajang di butik-butik eksklusif atau pertokoan mewah macam Sogo Departemen Store, mereka tidak sungkan untuk berbelanja di pusat belanja grosir seperti di ITC Mangga Dua.

Seorang kawan yang saya duga memiliki harta kekayaan bersih lebih dari Rp 20 miliar dan tinggal di kawasan Karawaci, Tangerang, pernah mengatakan kepada saja bahwa, "Saya menganut pandangan bahwa apapun yang kita gunakan dan nampak oleh orang lain seharusnya tidak lebih dari sepertiga kekuatan kita yang sesungguhnya. Dan kalau saya bisa menggunakan sepertigapuluh atau bahkan sepertigaratus dari kemampuan finansial saya untuk hidup nyaman, itu sudah cukup. Saya tidak suka dikenal terutama sebagai orang kaya. Saya lebih suka dikenal sebagai orang yang berkarya". Pernyataan ini dengan tegas menunjukkan bahwa ia menikmati hidup dibawah kemampuan yang sesungguhnya.

Karena terbiasa hidup dibawah kemampuan yang sesungguhnya, maka mereka—orang- orang kaya tersebut—selalu memastikan bahwa biaya konsumsi mereka jauh dibawah penghasilan rutin yang mereka peroleh. Itulah habitus kedua. Jika mereka memperoleh penghasilan rutin
(katakan saja) Rp 30-40 juta per bulan, maka mereka telah membiasakan diri untuk hanya menggunakan sekitar Rp 10-15 juta per bulan untuk memenuhi kebutuhan bulanan keluarganya. Dan ketika penghasilan mereka meningkat menjadi Rp 60-70 juta per bulan pun, mereka tidak merasa perlu untuk mengubah pola konsumsi mereka. Dalam hal ini yang
meningkat secara langsung adalah jumlah tabungan untuk investasi, karena biaya konsumsi relatif tetap.

Habitus yang ketiga adalah kebiasaan menyisihkan dana untuk tabungan dan investasi dulu, dan menyisakan yang lainnya untuk konsumsi rutin setiap bulannya. Jadi bukannya menggunakan penghasilannya untuk konsumsi dan kalau akhir bulan masih tersisa baru ditabung dan
diinvestasikan. Dengan kata lain, mereka terbiasa untuk mencurahkan cukup banyak waktu untuk memikirkan soal kemana dan bagaimana uang
mereka ditabung dan diinvestasikan agar berkembang lebih maksimal. Mereka tidak memberikan banyak waktu untuk memikirkan cara-cara menggunakan uang secara konsumtif, untuk berbelanja berlama-lama di pusat-pusat pembelanjaan. Sebaliknya, mereka memberikan banyak waktu untuk memikirkan hal-hal yang membuat harta mereka menjadi makin
produktif, tumbuh dan berkembang, sehingga mereka menjadi mapan secara keuangan.

Setiap kali saya mengingat sejumlah perbincangan ketika berkesempatan mewawancarai atau sekadar mendengarkan nasihat orang-orang seperti Mochtar Ryadi, Ir. Ciputra, Bob Sadino, Jonathan L. Parapak, dan Soen Siregar, saya merasakan bagaimana ketiga habitus yang disebut di atas telah terpatri menjadi bagian dari tarikan nafas orang-orang tersebut. Tentu saja masih banyak lagi habitus orang-orang yang mapan secara finansial itu. Namun tiga yang telah dipaparkan di atas adalah habitus yang paling umum.

Karena itu saya bisa memastikan bahwa kawan-kawan saya yang lebih suka menampilkan gaya hidup seperti orang kaya, membiasakan diri untuk berbelanja lebih dulu dan menabung belakangan, serta senang menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan barang-barang konsumsi (gonta ganti mobil baru tiap 1-2 tahun sekali, mengenakan pakaian-pakaian bermerek yang dibeli secara kredit, makan minum di tempat-tempat mahal, dan sebagainya), pastilah tidak akan pernah menjadi orang yang mapan secara keuangan. Orang muda yang suka foya-foya, hampir pasti akan hidup susah di usia senja. Sepasti matahari tenggelam di ufuk barat.

Kalau tak percaya, silahkan mencoba dan rasakan akibatnya!

Sumber: Habitus Orang Kaya oleh Andrias Harefa, Pembelajar Mindset Transformation, Certified Trainer and Therapist, Penulis 30 Buku Laris

Rama, Jean, dan Perjuangan Hidup

“Kecenderungan hanya menggerutu dan mengeluh bisa jadi merupakan isyarat sebenarnya dari semangat yang kerdil dan kebodohan seseorang.”
- Lord Jeffrey, Scottish judge, 1773 -1850



NAMANYA Eko Ramaditya Adikara. Ia seorang blogger, penulis, jurnalis, dan juga game music composer. Pekerjaan yang nampaknya biasa saja. Karena toh banyak orang yang melakukan hal yang sama. Menjadi tidak biasa, karena Rama, begitu panggilan akrabnya, menjalani semua tugasnya dalam keadaan buta. Rama merupakan seorang tunanetra. Dalam blognya, ia menyebut dirinya sebagai the Indonesian blind blogger. Rama mampu menulis artikel di atas papan ketik komputer enam puluh kata per menit. Kemampuan yang setara dengan kemampuan tukang ketik profesional. Lantas bagaimana caranya Rama dapat membaca pesan atau teks yang ada di layar monitornya? Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, Rama dapat membaca teks di layar monitor dengan menggunakan aplikasi pembaca layar bernama JAWS. Dengan piranti lunak tersebut, Rama dapat mendengar suara yang dikeluarkan. Piranti lunak tersebut mengubah teks menjadi suara atau text to auto speech. Bila Rama ingin membaca suatu buku, Rama akan memindai atau menscanning terlebih dahulu halaman demi halaman buku tersebut, lalu diubah ke dalam bentuk teks. Rama memang dilahirkan buta sejak lahir. Cacat yang dideritanya tak menghalanginya untuk tetap melakukan aktifitas kesehariannya seperti layaknya orang normal yang dapat melihat. Bahkan Rama terlecut untuk terus berkreatifitas. Rama bahkan telah berhasil menerbitkan buku yang ditulisnya sendiri.

NAMANYA Jean-Dominique Bauby. Pria asal Perancis, lebih dikenal sebagai jurnalis, penulis, dan editor Majalah Elle, majalah fesyen terkemuka terbitan Perancis. Maret 1997, Jean meninggal dunia dalam usia 45 tahun. Tahun 1995, dalam usianya yang terbilang muda, 43 tahun, Jean terkena stroke. Suatu penyakit yang dikenal dengan nama Locked-in Syndrome. Jean tak sadarkan diri selama 20 hari setelah stroke menyerangnya. Ketika terbangun, Jean tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya. Termasuk menelan ludah pun Jean tak mampu. Ia hanya dapat menggerakkan satu bagian tubuhnya, yaitu mengedipkan mata kirinya. Walau Jean mengalami lumpuh total, tapi ia masih dapat berpikir dengan jernih. Sebelum meninggal, ia telah menyelesaikan memoarnya yang berjudul ’Le scaphandre et le papillon’ atau dalam versi Inggrisnya, ’The Diving Bell and The Butterfly’. Bagaimana ia dapat menulis sementara seluruh tubuhnya tak dapat bergerak? Dalam menyusun bukunya tersebut, Jean berkomunikasi dengan perawatnya, Henriette Durand. Ia akan memilih huruf dan tanda baca yang akan dipilihnya dengan mengedipkan mata kirinya. Diperlukan sekitar 200 ribu kedipan mata kiri untuk menyelesaikan buku tersebut. Untuk setiap huruf yang dipilih, dibutuhkan rata-rata sekitar 2 menit. ’The Diving Bell and The Butterfly’ dalam edisi Bahasa Perancis diluncurkan Maret 1997. Dan hanya dalam waktu satu minggu, telah terjual lebih dari 150 ribu eksemplar. Sepeluh hari setelah bukunya dipublikasikan, Jean menghembuskan nafas terakhirnya akibat pneumonia.

Benang merah apa yang dapat ditarik dari dua kisah di atas? Rama dan Jean memang memiliki keterbatasan. Tetapi tidak berarti bahwa dengan keterbatasan yang ada, kehidupan lantas terhenti. Adanya masalah dan juga keterbatasan, membuktikan bahwa kehidupan ada dan terus berjalan. Paul Gordon Stoltz dalam bukunya 'Adversity Quotient, Turning Obstacles Into Opportunities' , mengatakan bahwa seseorang manusia yang tangguh dapat dilihat dari daya tahannya ketika mendapatkan masalah dan seberapa tangguh mereka menghadapi masalah tersebut. Inilah yang disebut dengan adversity quotient.

Apa yang dilakukan oleh Rama dan Jean menunjukkan bahwa mereka tidak tinggal diam atas segala keterbatasan yang dimiliki. Itulah yang harus kita lakukan bila mendapati masalah. Hadapi. Dan cari solusi yang terbaik. Bukan dengan mengeluh. Mengeluh dalam batasan-batasan tertentu bisa jadi merupakan hal yang manusiawi. Tetapi apakah mengeluh merupakan suatu solusi?

So, betapapun sulitnya masalah yang menimpa kita dan betapapun hebatnya krisis global yang melanda negeri ini, kita harus siap untuk menghadapinya. Kualitas hidup seseorang juga akan terlihat bagaimana ia mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, hadapi dan selesaikan segala persoalan yang menghadang. Rama dan Jean dengan keterbatasannya, mampu melakukan sesuatu yang berguna, bahkan berprestasi. Nah pertanyaannya, bila mereka mampu, bukankah kita juga, minimal, mampu melakukan hal yang sama? Bahkan mungkin lebih dari mereka. Ya, why not. (011208)

Sumber: Rama, Jean, dan Perjuangan Hidup oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta

Kisah Sukses Soebronto Laras

04 Desember 2008


Di dunia bisnis otomotif, nama Soebronto Laras tentu tidak asing lagi. Presiden Direktur PT. Indomobil Suzuki Internasional ini telah membawa Suzuki mengukir berbagai prestasi di Indonesia. Salah satu kebanggaannya adalah keberhasilan Soebronto mewujudkan impian dengan meluncurkan mobil Suzuki APV.

Pria kelahiran Jakarta, 5 Oktober 1943 ini memang sudah mencintai dunia otomotif sejak kecil. Awalnya, ia sangat tertarik dengan kegiatan bengkel. Sang ayah, alm. R. Moerdowo sejak tahun 1949 merupakan importir mobil Citroen, Tempo, dan Combi. Tak heran, jika sejak kecil ia menyukai dunia otomotif.

Soebronto mengenyam pendidikan di SD dan SLP Perguruan Cikini, Jakarta kemudian masuk ke jenjang SLA di Harapan Kita, Jakarta. Pada masa remaja, Soebronto pernah menjadi pembalap motor bersama antara lain Tinton Soeprapto.

Setelah lulus SLA, pada tahun 1969, suami dari Herlia Emmi Yani (putri almarhum Jenderal Ahmad Yani) ini melanjutkan pendidikannya di Paisley College for Technology, Skotlandia dengan mengambil studi rekayasa mesin. Pada tahun 1972, ia berangkat ke London untuk kuliah di Hendon College for Business Management. Di sana ia berteman baik dengan Roesmin Noerjadin (mantan Menteri Perhubungan), dan Benny Moerdani (mantan Pangab).

Setelah studinya selesai, pria yang menyukai olahraga ini mulai merintis kariernya di tanah air. Ia berkenalan dengan Atang Latif, pemilik dari Bank Indonesia Raya, dan kemudian bahkan menjadi orang kepercayaan Atang.

Tahun 1972, Soebronto menjabat sebagai Direktur PT First Chemical Industry yang bergerak di bidang formika, alat-alat plastik, dan perakitan kalkulator. Empat tahun kemudian ia menjadi direktur utama perusahaan perakitan mobil Suzuki. Pada tahun 1984, ia menjadi Direktur Utama PT National Motors Co, dan PT Unicor Prima Motor, perakit mobil Mazda, Hino, dan sepeda motor Binter. Kini ia menjabat sebagai Presiden Direktur PT. Indomobil Suzuki Internasional.

Soebronto gemar mengoleksi sepeda motor. Sampai saat ini, ia masih suka menunggang motor ke luar kota. Jika ada produksi baru hasil rakitan pabrik mobilnya, ia tidak pernah absen ikut menguji mobil tersebut. Keterlibatan dan kecintaannya pada dunia otomotif inilah yang membuatnya mampu melewati berbagai krisis yang pernah menimpa perusahaannya.






Kecintaan pada dunia otomotif menjadikan pengusaha Soebronto Laras kian sukses dalam menguasai pangsa pasar otomotif Indonesia. Pandai bergaul dengan berbagai kalangan juga merupakan salah satu kunci kesuksesannya. Itulah bukti bahwa komitmen dibarengi kecintaan pada suatu hal akan membuahkan hasil yang maksimal. Sebuah perjalanan hidup yang patut untuk diteladani dari seorang Soebronto Laras.

Sumber : Andriewongso.com

Mau Sukses?.....Harus Sakti Dulu


Di dunia ini, beragam cara orang untuk meraih SUKSES dalam hidupnya. Siapa sih yang nggak ingin sukses? Semua orang normal pasti menginginkan sukses! Semua orang pasti mengimpikan sukses dalam menjalani hidupnya ini. Lalu bagaimana caranya? Jawabnya ada banyak cara untuk meraih sukses. Anda tinggal pilih saja, mau cara NEGATIF atau POSITIF.


Cara negatif ini misalnya pergi ke dukun minta bantuan jin, tuyul dan sebangsanya... biasanya sukses yang didapat lewat cara ini memang terbukti instan...tapi jangan lupa, selalu ada persembahan besar yang harus ditanggung oleh pencari sukses jalur negatif ini. Ada akad kredit antara pencari sukses dengan dukun beserta makhluk gaibnya itu, dan biasanya akad kredit semacam ini "bunganya" sangat mencekik leher beneran...hehehe... Sebaiknya Anda hindari cara mencari sukses lewat jalur negatif ini. Pasti sangat merugikan Anda pada sesi akhirnya!


Terus cara positifnya bagaimana? Gampang saja jawabnya: Anda harus SAKTI dulu, baru bisa sukses! Waduh...harus SAKTI dulu baru bisa sukses? Iyaa... Wah, kan nggak gampang Pak Nano untuk bisa menjadi orang yang SAKTI... Saya kan beda dengan Pak Nano. Iya memang nggak gampang...butuh usaha keras dan pantang menyerah untuk menjadi SAKTI! Lha kalau mau cara gampang dan instan untuk bisa sukses? Hmm...NGGAK ADA tuh. Bahkan cara meraih sukses yang negatif saja juga nggak gampang, tetap ada usaha keras dan resiko sangat besar di sana.


Nah, untuk bisa sukses dengan lebih dulu menjadi orang SAKTI justru jauh lebih mudah dan nggak beresiko apapun. Paling banter resikonya adalah gagal dan nggak sukses saja, akibat Anda tidak berhasil melakukan cara-cara untuk menjadi orang SAKTI.


Baiklah, saya beritahukan, bagaimana caranya untuk bisa sukses dengan menjadi orang SAKTI lebih dulu. Coba saja Anda menyimaknya di bawah ini:

  • Pertama, Anda harus Semangat! Bersemangatlah dengan tujuan hidup Anda sendiri. Semangatlah saat Anda mengimpikan sukses Anda. Semangatlah saat Anda merancang impian sukses Anda. Bersemangatlah di setiap detik jantung Anda berdetak... selalu bersemangatlah di setiap hari... di setiap saat!

  • Kedua, Anda harus berani Ambil Resiko! Jika Anda berani untuk mengambil resiko apapun dalam upaya meraih impian sukses Anda, maka Anda sudah berada di jalur yang benar. Orang yang sudah terbukti sukses memang orang yang berani Ambil Resiko dalam hidupnya.

  • Ketiga, Anda harus Kreatif! Yaa, dengan berpikir Kreatif, maka tidak ada satupun hambatan yang bisa membuat Anda mundur ke belakang pada saat meraih impian sukses Anda. Kreatiflah dalam upaya meraih sukses Anda. Kreatif artinya, Anda selalu bisa memikirkan cara-cara lainnya, jika saja ada hambatan di tengah jalan Anda meraih sukses itu.

  • Keempat, Anda harus Tulus! Benar...Anda harus Tulus pada saat Anda memulai perjalanan sukses, apalagi sudah berada di rel perjalanan sukses Anda ini. Tulus lah pada diri Anda sendiri, sebelum anda Tulus kepada orang lain. Bersikap tulus-ikhlas pada diri sendiri ini artinya, Anda bisa menerima sepenuhnya potensi diri Anda. Kelebihan maupun kekurangan yang ada di dalam diri Anda...bisa sepenuhnya Anda pahami. Sehingga dengan demikian, Anda bisa lebih fokus pada kelebihan Anda di sepanjang perjalanan meraih sukses ini.

  • Kelima, Anda harus punya Integritas! Yaa...punya Integritas, berarti, apa yang Anda pikirkan, apa yang Anda ucapkan, dan apa yang Anda lakukan itu merupakan satu kesatuan yang serasi, seimbang, dan memiliki bobot positif yang sama. Integritas diri inilah yang membuat diri Anda bisa dipercaya oleh orang lain. Dan, jika Anda sudah bisa dipercaya sepenuhnya oleh orang lain, maka tentu saja sukses bisa dipastikan menjadi milik Anda.


Saya akan meringkas cara menjadi orang SAKTI ini untuk Anda, agar lebih mudah untuk dihafal kemudian dipahami dan akhirnya bisa Anda lakukan buat meraih sukses Anda. Perhatikanlah, SAKTI adalah: Semangat--Ambil Resiko--Kreatif--Tulus--Integritas.


Ok, semoga sekarang ini Anda sudah tahu caranya, bagaimana bisa menjadi orang SAKTI untuk meraih impian-impian sukses Anda. Saya berani menjamin, jika Anda sudah SAKTI, maka Anda PASTI SUKSES. Mau SUKSES...Harus SAKTI Dulu!


Sumber: Wuryanano

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet