Antara Memiliki dan Menikmati

12 Maret 2009

Oleh : Arvan Pradiansyah

Seorang bos perusahaan besar suatu ketika mengunjungi kantor-kantor perusahaannya di seantero negeri. Mengingat waktu yang sangat terbatas, maka berbagai pertemuan telah disiapkan dengan jadwal sangat ketat. Jadwal super ketat tersebut mengakibatkan tak ada waktu luang sama sekali. Bahkan, waktu makan siang pun akan dilewatkan dengan suatu pertemuan terakhir sebelum si bos meninggalkan kota itu menuju kota yang lain.
Makan siang itu dihadiri para direktur dan manajer perusahaan. Maka tanpa menyia-nyiakan waktu sedikit pun, si bos memulai presentasinya. Yang menarik, selama ia berbicara, para hadirin justru sibuk menyantap makanan. Begitulah yang terjadi selama setengah jam pertama.



Berikutnya adalah acara tanya-jawab. Selain untuk memberi kesempatan kepada hadirin mengungkapkan pikiran-pikiran mereka, acara ini sebenarnya juga untuk memberikan kesempatan pada si bos untuk menikmati makan siangnya. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan hadirin sangat singkat. Justru jawabannya yang sangat panjang. Ini membuat si bos menunda lagi makan siangnya sampai pertemuan berakhir. Lantas, dapatkah ia menikmati makan siangnya setelah itu Ternyata tidak. Ia harus buru-buru menuju bandara untuk menghadiri pertemuan berikutnya di kota lain.

Para pembaca, apa komentar Anda terhadap si bos tadi Sekarang mana yang Anda pilih, menjadi bos yang berkuasa, kaya dan terhormat seperti contoh di atas ataukah sekadar bisa menikmati makan siang yang lezat

Inilah perbedaan antara memiliki dan menikmati. Banyak orang salah kaprah dan beranggapan bahwa memiliki itu jauh lebih penting. Karenanya, mereka berusaha mendapatkan harta lebih banyak dan lebih banyak lagi. Padahal, harta yang banyak itu membuat mereka senantiasa diliputi rasa takut. Akibatnya, mereka tak bisa lagi menikmati hidup yang aman, damai dan sejahtera.

Banyak orang yang memiliki, tapi tak sempat menikmati. Sebaliknya, banyak juga orang yang tak memiliki tapi bisa menikmati. Cobalah lihat vila-vila yang kini menjamur di kawasan Puncak. Siapakah yang memiliki vila tersebut Namun, siapakah sebenarnya yang selalu menikmatinya

Ada juga cerita mengenai seorang pengacara terkenal yang suatu ketika mengunjungi pameran mebel. Ia tertarik dengan meja makan berharga ratusan juta dan tanpa pikir panjang langsung membelinya. Yang menarik, setelah meja tersebut dikirim ke rumahnya, ia menjadi kebingungan. Perabot di rumahnya sudah sangat banyak dan tak ada lagi tempat tersisa. Inilah contoh dari memiliki tetapi tidak menikmati.

Kunci kebahagiaan kita sebenarnya tidak terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada apa yang kita nikmati. Bahkan, orang yang kaya dalam arti yang sesungguhnya bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apa pun yang ia miliki.

Ada beberapa hal lagi yang menarik dari kedua paradigma ini. Pertama, orang yang menganut paradigma memiliki senantiasa memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang belum ia miliki. Dengan demikian, sebanyak apa pun harta yang ia miliki, selalu saja ada kesenjangan (gap) yang cukup besar dengan apa yang ia inginkan. Kesenjangan ini tentu saja menciptakan perasaan serba kurang dan tidak puas. Orang seperti ini tak pernah mengenal kata cukup. Ia selalu menginginkan lebih banyak lagi dan cenderung serakah terhadap kehidupan.

Sebaliknya, orang yang menganut paradigma menikmati senantiasa memfokuskan perhatiannya pada apa yang telah ia miliki. Semakin ia memikirkan apa yang sudah ia miliki, semakin mudahlah ia menikmatinya. Pada gilirannya ini akan melahirkan perasaan aman, tenteram dan damai. Dan ajaibnya, semakin ia menikmati apa-apa yang telah ia miliki, semakin bertambah pula kenikmatan yang diperolehnya.

Kedua, tanpa adanya kemampuan menikmati, maka betapapun banyaknya harta yang Anda miliki tak akan pernah membuat Anda puas dan bahagia. Ini seperti pengalaman yang mungkin pernah terjadi sewaktu Anda masih kecil. Ketika Anda sakit, orang tua Anda malah menghibur Anda dengan berbagai makanan yang lezat. Padahal, Anda sedang kehilangan kemampuan menikmati. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak juga orang yang memiliki kekayaan yang luar biasa, tetapi ironisnya untuk bisa makan saja sulitnya bukan main. Ada orang yang harus melakukan berbagai diet yang ketat. Ada juga orang yang makannya saja harus ditakar.

Ketiga, saya belajar bahwa semakin banyak yang kita miliki, semakin berkuranglah kenikmatan yang kita dapatkan. Kalau Anda memiliki satu mobil, Anda akan benar-benar merawat, menjaga dan menikmatinya. Namun, begitu mobil Anda bertambah menjadi dua, perhatian Anda terpecah, dan karena itu kenikmatan yang semula Anda dapatkan dari satu mobil mulai berkurang.

Dalam hal makanan, saya pun menemukan hal yang sama. Semakin banyak yang kita makan, semakin berkuranglah kenikmatan yang akan kita dapatkan. Karena itu, sementara dulu saya selalu makan sampai benar-benar merasa kenyang, sekarang saya justru berhenti sebelum kenyang. Justru hal inilah yang akan melahirkan perasaan nikmat yang luar biasa.

Agar bisa menikmati hidup, kita perlu benar-benar membuka mata kita untuk bisa melihat semua rahmat Tuhan yang telah kita miliki. Kalau Anda memiliki anak, Anda perlu membuka diri sehingga Anda benar-benar dapat merasakan nikmatnya memiliki anak. Kalau orang tua Anda masih hidup, Anda perlu benar-benar merasakan nikmatnya memiliki orang tua. Kalau Anda memiliki pekerjaan, Anda perlu juga merasakan nikmatnya memiliki pekerjaan. Menikmati hanya akan muncul bila kita mampu memasuki masa sekarang dan menjalani prosesnya setahap demi setahap. Dengan demikian, kenikmatan itu akan bertambah besar. Dan lebih jauh lagi, hidup kita senantiasa diliputi perasaan syukur.

0 komentar:

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet