Kungfu Emosi

30 Agustus 2010

Oleh: Anthony Dio Martin

Konon, ada sebuah kisah menarik ketika diceritakan Bruce Lee, sang master kungfu ditemui seorang pengajar seni bela diri lain, yang datang untuk memintanya sebuah nasihat, "Bagaimana teknik yang baik dalam menghadap musuh?".

Dengan cepat, Bruce Lee merespon, "Apa itu musuh? Tidak ada musuh. Karena tidak ada kata "saya" atau "musuh" dalam pertempuran. Saya fokus dan menyatu dengan gerakannya saat dia menyerang.

Saya bermain. Semakin keras ia memukul, semakin keras pukulan akan berbalik kepadanya. Saya tidak memukul, tetapi saya memastikan orangpun menghargai saya secara utuh!"

Berkaitan dengan komentar Bruce Lee di atas, dapat kita perhatikan bahwa kungfu ataupun seni bela diri lainnya sebenarnya bukan saja bersifat fisik, tetapi banyak pembelajaran mental yang terkandung didalamnya.

Termasuk soal emosi pun, sebenarnya kita bisa belajar banyak dari pirnsip Kungfu. Karena itulah, kali ini kita akan bicara soal Kungfu Emosi. Istilah Kungfu Emosi ini sendiri, bukanlah istilah yang dibuat-buat.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Charles Manz, seorang penulis pengajar kepemimpinan dalam bukunya yang berjudul Emotional Discipline.

Apakah Kungfu Emosi itu? Prinsip Kungfu Emosi menurut Manz adalah mirip seperti yang dikatakan oleh Bruce Lee diatas, yakni upaya memanfaatkan kekuatan serangan dari lawan agar justru bisa menjadi keuntungan buat kita.

Menurut Mantz, logika kungfu pun dapat diterapkan pada konflik-konflik emosional. Pertama-tama, tetap respek dan menghormati seseorang yang menyerang Anda. Kedua, jangan membahayakan orang lain tanpa ada alasan yang jelas. Ketiga, daripada melawan serangan emosi, lebih baik kita pakai energi tersebut untuk cari solusi.

Musuh bebuyutan

Dalam menerapkan ilmu Kungfu Emosi ini, ada beberapa ciri "musuh bebuyutan" yang bisa jadi pemicu kapan serta situasi dimana ilmu Kungfu Emosi ini perlu Anda gunakan.

Pertama-tama adalah tatkala Anda harus menghadapi orang yang sangat defensif mempertahankan dirinya, serta mulai menyalahkan orang lain. Musuh lainnya adalah orang-orang yang senang menyerang ide-ide Anda atau yang terakhir adalah orang-orang yang telah melanggar hak Anda dan menyerang secara agresif kepentingan ataupun wewenang Anda.

Nah, sebelum kita bicarakan soal teknik dalam Kungfu Emosi ini, mari kita bicarakan respon umum yang biasanya diberikan oleh orang menghadapi musuh yang seperti itu.

Umumnya, respon paling sering dan paling primitif yang diberikan seseorang adalah respon general adaptation syndrome (GAS) yang berasal naluri di sistem limbik di otak yakni fight (melawan) atau flight (lari).

Namun, kedua-duanya sebenarnya sama sekali tidak memecahkan masalah menghadapi "musuh-musuh" di atas. Coba kita analisis.

Apa yang terjadi saat kita fight (melawan). Misalkan seseorang menyerang Anda dengan mengatakan bahwa produk kreasi Anda tidak laku di pasar karena Anda tidak mengerti pasar sama sekali.

Lantas, Anda membalasnya dengan mengatakan bahwa dia mengucapkan hal tersebut karena iri bahwa Andalah yang diberikan kesempatan mengembangkan produk. Apa yang akan terjadi?

Kemungkinan besar, dia akan menjadi semakin defensif. Persoalan yang sebenarnya pun makin tidak selesai, bahkan lebih buruknya, masalahnya kini bisa jadi semakin personal.

Bagaimana masalahnya jika kita menggunakan teknik flight (lari dari masalah)? Misalkan ada situasi dimana Anda diserang oleh salah satu famili Anda di depan keluarga besar.

Dia mengatakan anda tidak becus mengurus anak karena anak Anda ternyata baru saja mendapatkan kasus di sekolah. Apa yang terjadi jika Anda flight (lari) dari situasi ini? Akibatnya, si famili Anda tersebut, akan merasa seperti dapat angin.

Lain kali dia mungkin akan melakukannya lagi, bisa jadi pada diri Anda bisa pula dengan dia orang lain. Di sisi lain, ia pun tidak akan pernah belajar.

Teknik Kungfu Emosi

Di dalam program pelatihan kecerdasan emosional yang saya berikan, saya mengembangkan beberapa prinsip dari Charles Manz dan menyesuaikan dengan kondisi kita.

Saya menyebutnya teknik kungfu emosi. Filosofi utama dalam Kungfu Emosi ini adalah: Seek not to harm others, but only to protect self from violation by others.

Intinya, ada kalanya dimana kita juga harus berani "membela diri kita atau membela mereka yang diperlakukan secara tidak adil jika sudah terjadi pelanggaran prinsip-prinsip".

Bagaimana teknik kungfu emosi ini kita terapkan? Pertama, Anda merephrase ataupun mengulang apa yang dikatakan dan dilakukannya. Langkah ini untuk memperjelas dan untuk memfokuskan sehingga ia bisa melihat apa yang dikatakan dan dilakukannya.

Kedua, secara tegas, Anda ungkapkan apa yang Anda rasakan terkait dengan apa yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tersebut. Setelah itu, Ketiga, Anda pun sebaiknya mengungkapkan apa yang kita kehendaki dan harapkan dari orang tersebut.

Dan kalaupun ternyata sikap kita tersebut tidak dihargai oleh orang tersebut, lantas pilihan terakhir yang mungkin kita lakukan barulah berupaya 'memberi pelajaran berharga baginya' namun Anda tetap mengendalikan emosi Anda.

Misalkan dalam suatu acara yang gagal, Anda pun dipersalahkan oleh rekan kerja Anda. Dia menyatakan didalam rapat umum bahwa salah satu sebab kegagalan acara adalah karena Anda begitu sibuknya sehingga dia tidak punya kesempatan untuk mempersiapkannya dengan Anda.

Padahal, jelas-jelas dialah yang sulit Anda hubungi dan berulangkali menolak untuk bertemu. Maka, teknik kungfu emosi ini bisa dipakai dengan kalimat, "Barusan saya mendengar Anda mengatakan bahkan acara ini menjadi gagal karena kurangnya persiapan waktu yang disebabkan oleh saya yang sulit untuk diajak bertemu.

Saat mendengar komentar Anda, terus terang saya marah sekaligus merasa dipersalahkan. Saya pikir lebih baik kita berfokus pada faktor-faktor yang membuat acara kita gagal daripada saling menyalahkan orang."

Namun, bagaimana jika ternyata yang diberitahu justru semakin gencar menyerang? Maka langkah memberikan pelajaran pun harus dimulai. Langkah pertama paling mudah dan sederhana adalah dengan membeberkan fakta yang perlu ia ketahui, sehingga ia tidak mengucapkan dan bersikap seenaknya.

Langkah membalas kedua adalah bisa dengan menyidir atau menggunakan humor sindiran buatnya. Selanjutnya, kalaupun ternyata berbagai cara tersebut tidak mempan dan orang itupun sama sekali tidak menghargai orang lain, mungkin beberapa langkah terakhir ini dapat dipakai, jika hal ini bisa menyadarkannya.

Meskipun, memang langkah ini sebaiknya dihindari. Sebab jika tidak dipergunakan dengan tepat, bisa menyulut api permusuhan yang semakin besar. Caranya, dengan menggunakan 'tombol panas' (hot button) orang tersebut, misalkan "Saya tahu Anda marah karena promosi Anda yang gagal.

Tetapi, jangan bawa-bawa emosi Anda dengan menuduh orang lain sembarangan". Ataupun jika orang tersebut tetap tidak bergeming, langkah terakhir adalah membingkai ulang serta balikkan (reframe and redirect) apa yang telah diucapkannya sehingga menjadi bumerang untuk orang itu sendiri.

Misalkan, "Heran sekali bisa punya partner segoblok kamu". Respons reframe and redirectnya menjadi, "Lha yang milih partner kan kamu, berarti kamu juga sama gobloknya dong".

Intinya, tentu saja menggunakan kungfu emosi ini harus bijak! Kita harus tetap memegang teguh prinsip-prinsip menghargai diri sendiri dan orang lain. Di sisi lain, kita juga fleksibel dalam menentukan langkah yang tepat, sebab tidak semuanya harus dilawan.

Seperti kata Bruce Lee, jadilah seperti air yang mengalir, Be water, my friend. Be water. It can flow or it can crash. Be water my friend!

Investasikan Emas, Bukan Uang...

07 Juni 2010

Banyak yang mengira sistem investasi berkebun emas adalah jaminan yang dijaminkan ulang, dan dijaminkan lagi, lalu dijaminkan lagi begitu seterusnya. Yang benar bukan demikian, bahkan kita memperbanyak barang jaminan jadi apabila terjadi kredit macet bank akan dengan mudah memperoleh ganti rugi dari jaminan berupa emas yang kita berikan karena nilai emas sangat likuid. Pernyataan pernyataan dari penulis mengenai persetujuan bank:

“Jangan khawatir dengan Bank, karena dengan konsep ini sama sekali tidak ada yang dirugikan. Saya sudah bicara dengan beberapa kepala cabang bank bahkan dengan Direktur salah satu Bank Syariah, mereka sangat antusias… karena ini merubah paradigma lama, bahwa kalau gadai itu lagi butuh uang, ini gadai menjadi pola investasi. Buat Bank ini merupakan peluang besar karena bisa meningkatkan omset penjualan produk gadainya… saya bahkan mau di Sponsori oleh salah satu Bank Syariah… Funtastic sekali pak…”

Mengenai sistem gadai cerdas menurut pemahaman saya bisa dijelaskan sebagai berikut:

Kita gunakan asumsi sebagai berikut:
- invest rutin 25 gram:
- harga emas 25 gram = 9 jt
- anda punya tambahan uang 3.75jt
- nilai gadai 80% dari harga taksir
- harga taksir bank 300rb/gram
- biaya penitipan 2500/gram/bulan

Nilai taksir dan kondisi aktual di bank mungkin berbeda, yang terbaik adalah:
- nilai gadai tinggi
- biaya rendah
- waktu singkat

Mari kita mulai.
Beli emas batangan 25 gram, gadaikan anda dapat dana segar 6 jt.

300rb x 80% = 240rb x 25gram = 6jt
setor biaya titipan 1 tahun, 2500×25x12 bulan=750rb

Posisi investasi anda menjadi:
1. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
2. 25 gram

Kalau sudah ada dana tambahan 3.75 jt ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau sudah lima kali maka posisi menjadi:
1. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
2. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
3. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
4. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
5. 25 gram (disimpan)

Perhatikan biaya pembelian emas ke-2 dst, 2/3 modal adalah dari bank.

Setelah waktu berlalu, harga naik 30 persen, jadi emas batangan 25 gram sekarang nilainya 12jt, ayo kita panen, langkahnya cukup dibalik saja yaitu:

Jual emas nomor 5, maka anda mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar ini kita pakai untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.

Maka posisinya:
penjualan emas 5 x 12 jt = 60 jt
tebus gadai 4 x 6 jt = 24 jt
sisa = 36 jt ——> sub total 1

Berapa modal anda?
1. beli emas pertama = 9 jt
2. beli emas ke 2-5 = 3jt x 4 = 12 jt
3. biaya titip 750rb x 4 = 3 jt
total modal = 24 jt ——> sub total 2

Keuntungan anda:
-=[{sub total 1 - sub total 2 = 36 jt - 24 jt = 12 jt}]=-

Perbandingan keuntungan metode biasa vs metode cerdas dg modal awal 24 jt:

Modal 24jt belikan emas sewaktu harga batangan 25 gram = 9jt, maka per gram berarti 360rb.

24 jt : 360 rb dapat emas 66.66 gram

Ketika harga naik 30% kita jual menjadi rp 468 ribu/gram:
66.66 * 468 ribu = 31,196,880 dikurangi modal 24 jt
-={untung = 7,196,880}=-

Bandingkan dengan sistem cerdas, kuntungan hampir 2 kali lipat.

Kalau harga naik 30% kurang dari satu tahun maka keuntungan lebih banyak lagi karena biaya jasa titip menjadi lebih rendah.

Sumber : www.purwo.com


KebunEmas.com


Ingin info lebih jelas dan tertarik mengetahui lebih dalam, silahkan baca ebook dan registrasikan diri anda sebelum terlambat di KEBUN EMAS

Dalam Terang Cahaya Keheningan

25 Mei 2010

Oleh: Gede Prama

Sebuah peradaban yang riuh, demikian sebuah komentar menyimpulkan kehidupan di awal abad 21. Lebih-lebih ketika menghampar krisis energi dan pangan. Banyak yang sepakat kalau dunia sedang mengalami kepanikan global. Wakil AS menuduh India menghabiskan cadangan pangan karena jumlah penduduknya yang besar. Wakil India menuding balik dengan menyebutkan kalau Amerika Serikat dengan seluruh keserakahannya yang membuat krisis pangan dan energi. Di Indonesia, pangan dan energi ini juga menjadi komoditi politik untuk menjatuhkan lawan.

Ada yang menelaah wajah peradaban ini tidak dengan analisis, namun dengan lelucon. Suatu hari seorang pemuda kebingungan memilih isteri. Datanglah dia pada seorang sesepuh. Dan diberitahulah syarat-syarat calon isteri yang baik. Dari berwajah cantik, puteri orang kaya, bekerja, berkinerja dahsyat di tempat tidur sampai dengan bisa diminta mengepel lantai.

Ternyata, setelah dicari-cari tidak ada wanita ideal seperti itu. Bila cantik, puteri orang kaya, wanita karir, maka harga yang harus dibayar, suaminya terpaksa mengisi keseharian dengan mengepel lantai, sambil bernyanyi sendu lirik lagu "diriku tak pernah lepas dari penderitaan".

Semakin dipertentangkan, semakin panas

Peradaban manusia serupa, setiap kelebihan meminta ongkos berupa kekurangan. Keserakahan hanya mau kelebihan, dan berharap kelebihan tidak berubah-ubah menjadi kekurangan, itulah awal kehidupan yang riuh dan penuh penderitaan.

Dulu ketika dunia dibuat takut oleh potensi perang bintang antara dua negara adi kuasa, tidak ada tanda-tanda ketakutan akan bom teroris. Sekarang ketika ketakutan perang global berhenti, bahkan memasuki hotel pun harus diperiksa petugas keamanan.

Nasib bangsa ini setali tiga uang. Ia terlihat berputar dari satu ketidakpuasan menuju ketidakpuasan lain, karena manusianya menolak semua kekurangan. Di zaman orde baru, sebagian hak-hak politik memang dikekang, tapi di zaman itu harga pangan, papan dan minyak terjangkau. Di zaman reformasi ini, kebebasan politik berkibar-kibar, siapa pun boleh dikritik, namun ia harus dibayar dengan harga pangan, papan dan minyak yang semakin jauh dari jangkauan. Persis sama dengan lelucon pemuda yang bingung mencari isteri, setiap kelebihan harus dibayar dengan kekurangan.

Di tengah pengapnya peradaban oleh banyak sekali ketidakpuasan, tidak terhitung jumlah rapat, konferensi, wacana, seminar sampai kuliah tingkat tinggi di perguruan tinggi yang mau mencoba mengurai situasi. Dan ternyata, semakin diperdebatkan peradaban jadi semakin panas.

Bila ada hasilnya, peradaban akan tambah sejuk. Namun sebagaimana dirasakan bersama, bumi tambah panas baik secara fisik, psikologis, spiritual. Jika ditelusuri lebih dalam kehidupan manusia, ia ditandai kelahiran dengan tangisan bayi yang riuh, serta kematian plus tangisan orang yang ditinggalkan yang juga riuh. Bila di tengah-tengahnya juga riuh dengan perdebatan dan perkelahian, menimbulkan pertanyaan mendalam, kapan manusia punya kesempatan berjumpa keheningan?

Menjadi satu dengan alam

Alam sebagai guru bertutur terang, semuanya berubah, semuanya membawa kelebihan-kekurangan. Siang berganti malam, malam berganti siang. Bila gunung tinggi, jurangnya dalam. Diperdebatkan atau tidak, tetap seperti ini. Memahami dalam-dalam sifat alami inilah yang membukakan keheningan.

Seorang guru yang punya banyak murid di Barat agak terang dalam hal ini. Tahapan memasuki pintu keheningan sebenarnya sederhana. Pertama-tama, belajar dari alam. Kemudian hidup sesuai prinsip-prinsip alami. Sebagai hasilnya, manusia bisa melihat kebenaran di balik alam. Dan ujung-ujungnya baru bisa menjadi satu dengan alam. Sebelum menyatu dengan alam, manusia akan terus berputar dari satu penderitaan ke penderitaan lain.

Ia yang bersatu dengan alam tahu, ada bimbingan, ada kesempurnaan, ada keindahan di sana. Laut sebagai contoh, ia membawa bimbingan-bimbingan. Sama dengan hidup manusia, ada gelombang tinggi (baca: kaya, dikagumi), ada gelombang rendah (kehidupan orang biasa). Namun tanpa memandang tinggi-rendah, gelombang mana pun ikhlas dan rendah hati pada bibir pantai. Seperti sedang bercerita, ikhlas dan rendah hatilah, ini yang membuat kematian berhenti berwajah menakutkan.

Siapa yang mengisi kesehariannya dengan keikhlasan dan kerendahatian, akan menemukan bahwa alam sebenarnya sebuah perpustakaan agung. Berlimpah pengetahuan dan kebijaksanaan yang disimpan di sana. Perhatikan laut lebih dalam lagi. Di permukaan ia senantiasa bergelombang. Sama dengan hidup manusia. Di kedalaman yang dalam, tidak ada gerakan apa lagi gelombang. Hanya hening yang melukis keindahan dan kesempurnaan.

Cermati apa yang ditulis Zenkei Shibayama dalam A Flower does not talk: "silently a flower blooms, in silence it falls away….pure and fresh are the flowers with dew….calmly l read the True Word of no letters". Bunga mekar tanpa suara, berguguran juga tanpa suara. Tanpa keluhan tanpa perdebatan. Ada kesucian yang menggetarkan dalam bunga yang berhiaskan embun pagi. Dalam bimbingan hening, tiba-tiba terbaca makna tanpa kata-kata. Zenkei Shibayama menyebutnya Scripture of no letters. Tanpa kata-kata, tanpa keriuhan. Hanya sebuah hati yang berkelimpahan dalam dirinya!

Kembali ke cerita awal tentang peradaban yang riuh, dunia memang sedang dibelit krisis. Namun ketika kata-kata, perseteruan memperpanas suhu panas peradaban yang sudah panas, mungkin ini saatnya membaca Scripture of no letters. Ada yang menyebutnya pengetahuan di dalam yang hanya membuka dirinya di puncak keheningan.

Untuk melangkah ke sana, mulailah hidup sesuai hukum alam. Ia yang mengalir bersama alam, tersenyum pada setiap putaran alam tahu sebenarnya tidak ada hukuman. Apa yang kerap disebut sebagai bencana, sebenarnya hanya undangan laut untuk menyelam semakin dalam. Memasuki wilayah-wilayah tanpa gelombang (baca: tanpa perdebatan) namun penuh keheningan.

Sebagaimana ditulis rapi oleh kehidupan para Mahasidha (manusia yang menjadi agung karena melewati banyak rintangan seperti Jalalludin Rumi, Bunda Theresa, Milarepa, Mahatma Gandhi), awalnya bencana terlihat sebagai cobaan. Namun begitu dialami, ia memperkuat otot-otot kehidupan. Persis seperti otot fisik yang kuat karena banyak dilatih. Bila begini cara memandangnya, bencana bukannya membawa kegelapan kemarahan, ia membawa cahaya penerang.

Berbekalkan ketekunan, bencana membuat batin kebal dengan penderitaan. Kekebalan ini kemudian membuat manusia bisa menyambut semua dualitas (baik-buruk, sukses-gagal, hidup-mati) dengan senyuman yang menawan. Inilah secercah cahaya keheningan. Ia menyisakan hanya satu hal: compassion is the only nourishment. Dualitas memang lenyap, kasih sayang kemudian membuat kehidupan berputar.



KebunEmas.com

Mari Bersyukur

27 Maret 2010

“Keinginan-keinginan yang ada pada manusialah yang seringkali menjauhkan manusia dari kebahagiaan.”
-- Buddha
Warung nasi uduk itu sebenarnya enak punya. Rasa nasinya gurih. Ayam gorengnya kriuk-kriuk. Bebeknya tidak lengket dan empuk. Tapi kok malam itu sepi sekali. Pengunjungnya hanya satu dua saja. Mereka datang dan pergi. Mungkin karena malam itu hujan.

Ups, salah. Di tengah gerimis mengundang, si pemilik warung itu bilang, keadaan itu sudah berlangsung sejak lama. Sebabnya, tak jauh dari tempat dia membuka tendanya, sudah ada sekitar enam warung sejenis. Wajarlah bila pengunjung jadi sepi. Dengan penuh gelak tawa dia berkisah tentang kemunduran usahanya.

Aneh betul si bapak. Rugi kok masih haha-hihi. Baginya, meski pendapatan terus menurun, dia tetap senang. Masih banyak pelanggan setia yang selalu mampir ke warungnya. Meski berkurang, pendapatannya tetap ada. Dari sedikit untung yang dia tabung, ia dapat menyekolahkan ketiga anaknya hingga masuk universitas negeri. Wajahnya begitu berseri-seri menceritakan itu.

Sebaliknya, wajah keruh terlihat pada wajah seorang kolega. Pangkal sebabnya ternyata soal pendapatannya yang menurun. Setelah kontrak kerjanya selesai, dia mendapatkan pekerjaan di kantor yang baru. Sayangnya, gaji yang didapatkannya sedikit berkurang. Mau ditolak, dia butuh pemasukan.

Lain ladang lain ilalang. Nasi uduk dan kantor profesional adalah dua dunia yang berbeda tentu saja. Pendapatannya juga jauh berbeda. Bila mau dihitung, tentu pendapatan si teman bisa jadi lebih besar ketimbang si penjual nasi uduk.

Faktor lainnya, penghasilan si pekerja sudah pasti tetap. Sebaliknya, si penjual nasi uduk, kadang tak tentu besar yang didapatkannya. Bukan itu saja, si penjual nasi uduk bisa saja kehilangan segalanya. Misalnya karena lahan jualannya kena proyek pelebaran jalan atau mungkin akan dijadikan bangunan perkantoran.

Wajah menjadi jendela hati. Wajah si bapak penjual nasi uduk bisa berseri-seri karena dia menerima apa adanya dengan rezeki yang jatuh padanya. Lebih tepatnya, karena dia mensyukuri semua yang didapatkannya. Sebaliknya, sang teman, meski penghasilannya lebih pasti dan lebih besar, terbebani sebuah kenyataan yang tidak sesuai harapannya.

Alhasil, semua yang dia dapatkan seolah tak ada artinya. Bahkan dia pun bersungut-sungut. Padahal, andai saja dia mau melihat ke sekelilingnya, terlalu banyak kelebihan yang didapatkannya. Dia masih melihat anak-anaknya pergi sekolah di saat banyak anak yang berdiam di rumah karena orang tuanya tak sanggup lagi menyekolahkannya. Dia masih berada di dalam mobil yang sejuk di saat orang lain berdesakan di dalam bus yang pengap.

Bersyukur berarti menerima sepenuhnya apa yang telah menjadi rezeki kita tanpa harus menggugat apalagi mengeluhkan kekurangan. Bersyukur dapat pula berarti menerima semua hal yang didapat, baik keberhasilan ataupun kegagalan. Baik anugerah ataupun musibah. Karena tak semua keinginan dapat terwujud. Bersyukur bukan pula berarti menerima lalu pasrah. Melainkan berusaha untuk mewujudkan semua keinginan tersebut. Bila gagal, cobalah terus berusaha, semua terjadi karena waktu yang belum tepat.

Di tenda itu, si bapak pemilik warung nasi uduk telah melakoni sebuah peran yang teramat sulit dilakukan banyak orang: mensyukuri semua nikmat yang ada. Dampaknya tak hanya membuat hidupnya menjadi lebih bahagia, tetapi juga lebih cerah. Si bapak itu tampak lebih muda dan segar. Sedangkan si teman yang selalu menggerutu, wajahnya terlihat letih dan tua sebelum waktunya. Percayalah, bersyukur membuat hidup menjadi lebih rileks.

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009

Nguwongke: Memanusiakan Manusia

Dalam teori ekonomi manusia dimasukkan sebagai faktor produksi, sama halnya bahan baku, mesin, dan uang. Akibatnya banyak teori turunannya yang menempatkan manusia sebagai alat produksi juga. Ilustrasi logikanya begini: "Kamu bekerja di sini digaji Rp. 5 juta maka kamu harus menghasilkan untuk perusahaan Rp. 8 juta sehingga perusahaan untung Rp. 3 juta. Kalau kamu menghasilkan dibawah Rp. 5 juta berarti perusahaan rugi, dan kamu harus digantikan orang lain yang akan mampu menghasilkan melebihi yang aku keluarkan untuk menggaji orang tersebut." Logika tersebut diberlakukan kepada semua orang sehingga total keuntungan tinggal dihitung saja. Setiap orang berkontribusi terhadap keuntungan sehingga semakin banyak orang akan semakin banyak keuntungan didapat. Seperti halnya mesin, kalau satu mesin dapat menghasilkan 100 unit produk maka lima mesin akan menghasilkan 500 unit produk. Rasakan bagaimana kalau kita bekerja pada suatu perusahaan yang menggunakan logika tersebut? Akan nyamankah kita? Maukah Anda diberlakukan seperti itu?

Anda pasti merasa ngeri dengan perlakuan manusia sebagai faktor produksi seperti itu. Manusia dianggap seperti halnya mesin saja. Ini tentunya tidak manusiawi. Untuk itulah maka banyak pendekatan manajemen yang kemudian memberikan perlakuan tersendiri terhadap faktor produksi yang satu ini. Manusia di tempatkan sebagai manusia. Namun tetap saja manusia dituntut memberikan keuntungan ekonomis terhadap perusahaan. Manusia dirangsang dengan berbagai cara agar bekerja lebih giat. Munculah kemudian konsep reward and punishment, bahkan ada yang menggunakan istilah carrot and stick. Agar termotivasi bekerja lebih baik, manusia dirangsang dengan wortel (sebagai simbol dari reward) dan ditakut-takuti dengan tongkat pemukul (sebagai simbol dari punishment). Kalau begini, komplit sudah penderitaan manusia, yang tidak dimanusiakan dalam dunia kerja!

Konsep yang tumbuh dan dikembangkan sejak jaman revolusi industri tersebut terus digunakan sampai sekarang. Konsep itu dianggap paling pas untuk mengendalikan orang. Namun manusia adalah manusia. Tetap saja ada rasa. Ada jiwa. Rasa dan jiwa tersebut perlu disirami, dibelai, dan diberi kasih sayang agar tidak mati. Manusia harus dimanusiakan. Konsep pendekatan memanusiakan manusia inilah yang dalam kearifan lokal jawa disebut dengan istilah "nguwongke".

Nguwongke berasal dari kata "uwong", kata dalam bahasa jawa yang berarti orang atau manusia. Sehingga nguwongke dapat diterjemahkan sebagai memanusiakan, atau menempatkan manusia sebagai manusia. Seorang manusia berbeda antara satu dengan lainnya. Tidak ada yang sama persis. Oleh karenanya dalam menangani manusia terdapat aspek yang sifatnya "customized" , yang berbeda antara menangani satu orang dengan orang lain. Namun sekali lagi manusia adalah manusia. Disamping memiliki kekhasan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, terdapat pula kesamaan antara seorang manusia dengan manusia lain.

Setiap manusia ingin hidup nyaman, ingin dicintai, ingin dihargai, ingin dimengerti. Mari kita kaitkan dengan masalah pengendalian. Dalam konsep pengendalian, apabila kita berhasil memberikan apa yang diperlukan oleh orang-orang disekitar kita, maka orang-orang disekitar kita akan lebih mudah dan lebih merasa nyaman saat harus kita kendalikan. Dengan kata lain, karena manusia ingin hidup nyaman maka apabila kita berhasil memberikan kenyamanan, kita akan lebih mudah mengendalikan orang tersebut. Jadi, karena mereka ingin cinta, maka berikanlah cinta. Mereka ingin dihargai, maka berikan penghargaan. Mereka ingin dimengerti, maka berikan pengertian. Itu kiatnya. Berikan apa yang mereka inginkan, karena sebagian besar yang mereka inginkan sebetulnya kita mampu untuk memberikannya.

Tapi kan sebenarnya yang dibutuhkan oleh orang-orang di sekitar kita adalah uang? Iya, benar. Mereka butuh uang. Untuk hal ini mari kita renungkan sejenak. Mereka memang butuh uang. Tetapi mereka butuh juga yang lainnya bukan? Kalau kita mampu memberikan `uang' seperti yang mereka inginkan, itu bagus. Tetapi itu juga tidak secara otomatis akan membuat mereka kemudian mudah dan nyaman kita kendalikan. Ada tipe-tipe orang yang prinsip bekerjanya adalah transaksional. Ada uang saya bekerja, kalau tidak ada uang ya maaf saja. Ada pula orang yang dalam bekerja lebih mementingkan kehangatan, dimana mereka memerlukan uang tetapi keharmonisan hubungan lebih mereka utamakan. Disinilah mulai nampak bahwa setiap orang memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Prioritas seseorang dengan orang lain berbeda-beda.

Nah, kalau kita berhadapan dengan kekhasan orang, maka kita perlu memiliki soft skill untuk memahami orang per orang. Dari kebutuhan umum orang-orang disekitar kita yang dapat kita generalisasikan, ternyata ada prioritas yang berbeda antara satu dengan lainnya. Secara umum orang ingin kaya, ingin memiliki kekuasaan, ingin terkenal, ingin dihormati, ingin didengar, ingin dikagumi, dan ingin-ingin yang lainnya. Coba kita amati, dari daftar keinginan tersebut ternyata prioritas satu orang dengan orang lainnya tidak selalu sama. Kalaupun sama, terkadang juga sama secara umum saja, detailnya biasanya berbeda. Inilah yang menjadikan antara satu orang dengan orang lainnya memiliki kekhasan yang tersendiri.

Keragaman keinginan yang berbeda-beda ini memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa menjadikan mereka di bawah kendali kita. Di bawah kendali di sini bukan berarti kemudian mereka bisa kita perbudak. Bukan begitu. Di bawah kendali kita berarti mereka dapat bersama-sama kita mendapatkan apa yang kita mau. Mereka menjadi ada kerelaan untuk bersama-sama kita mencapai tujuan bersama. Mengapa saya sebut sebagai kesempatan? Karena tidak semua orang mampu memahami perbedaan-perbedaan tersebut. Padahal, memahami perbedaan tersebut sebenarnya tidaklah sulit. Hanya diperlukan kerelaan kita untuk mau mengerti. Dan sekali seseorang merasa dipahami, dimengerti, dihargai, dan merasa dimanusiakan, maka ada kecenderungan mereka merasa kita ada di pihak mereka, sehingga mereka juga akan menempatkan diri di pihak kita pula. Terjadilah di sini perasaan bahwa kita adalah "kita", atau "we", bukan "You and I".

Kalau ingin dihargai, hargailah orang lain. Kalau ingin dimengerti, cobalah mengerti orang lain. Manusia adalah manusia. Perlakukan mereka sebagai manusia. Mari kita coba untuk selalu "nguwongke" orang-orang di sekitar kita sehingga mereka juga akan "nguwongke" kita. Setelah itu, lihat saja, mereka akan dengan rela bersama-sama kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. They will be under our influence. They will be under our control. We will be "us" not "You and I".

*) Agung Praptapa, adalah penulis buku "The art of controlling people" (Gramedia, 2009). Seorang dosen, konsultan, dan trainer untuk pengembangan diri maupun pengembangan organisasi. Alumni Proaktif Schoolen.

Kepedulian dari Titik Nol

22 Februari 2010

“A bone to the dog is not charity. Charity is the bone shared with the dog, when you are just as hungry as the dog.”
-- Jack London, pelaut dan penulis asal Amerika Serikat, 1876 - 1916

DI layar kaca, seorang perempuan terlihat kehausan. Entah apa sebabnya, di kantong celananya hanya tersisa sedikit uang. Jangankan untuk mereguk minuman favoritnya berupa teh yang dikemas dalam botol, untuk membeli segelas air putih saja uang itu tidaklah cukup. Bak seorang peminta-minta, dia pun berkeliling. Tujuannya satu, dia ingin mendapatkan tambahan uang sebanyak lima ratus perak. Namun apa yang terjadi? Tak satu pun yang memberi. Fuih, kejam nian Jakarta ini.

Syukurlah, sang penolong itu datang juga. Seorang pemulung, yang pakaiannya kucel minta ampun, malah memberikan si perempuan cantik itu uang lima ratus peraknya. Padahal dia baru saja mengenalnya pada saat itu. Si perempuan itu pun bersorak gembira. Dia segera membeli minuman untuk melepaskan dahaganya. Dan, glek-glek, air dalam gelas plastik itu meluncur ke dalam kerongkongannya. Si pemulung pun tersenyum. Pertolongannya memberikan manfaat bagi orang lain. Namun kepuasan si pemulung tak berhenti sampai di situ. Dia ternyata jatuh haru ketika mendapatkan ’uang pengganti’ yang berjumlah jutaan rupiah. Itulah potongan acara reality show yang ditayangkan salah satu televisi swasta. Suatu acara yang dikemas sedemikian rupa, dengan tujuan menguji seseorang, apakah dia mau menolong orang lain pada saat dia sendiri sedang dalam kesulitan.

Penonton televisi di negeri ini mungkin sudah jenuh dengan acara seperti itu. Sudah jelas banyak hal yang tidak masuk akal. Mosok si gadis cantik itu tak punya uang, padahal dandanannya keren abis. Atau, masa sih, penjual minuman sama sekali tak mau memberikan diskon pada pembelinya? Ragam pertanyaan itu akhirnya hanya berujung pada soal rating sebuah acara. Nah sekarang, lupakan soal apakah acara itu rekayasa atau bukan. Ada nilai positif dari kisah di layar kaca tersebut. Betapa seorang pemulung yang serba kekurangan, ternyata masih mau mengulurkan tangannya pada orang lain. Itu poin pentingnya.

Uang lima ratus perak bagi seorang pemulung tentulah sangat berharga. Dalam suatu artikel di surat kabar, seorang pemulung menjual hasil yang didapatnya selama sehari penuh, yang mungkin tak banyak jumlahnya. Setelah cukup untuk makan, uang recehan tersisa yang didapatnya kemudian ditabung. Uang itulah yang digunakan untuk keperluan sehari-hari mereka di lain waktu. Prinsip mereka sederhana sekali, menabung sedikit-demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Terlihat, begitu berharganya uang receh bagi mereka. Jadi, kerelaan pemberian yang dilakukan pemulung tersebut sungguh luar biasa.

Berbagi saat kita mempunyai kelebihan memang sesuatu yang sangat dianjurkan. Tapi berbagi saat kita sendiri mengalami kekurangan, mungkin suatu hal yang sulit dilakukan. Bayangkanlah seandainya kita menjadi seorang pemulung tadi. Pada saat kekurangan itulah, keikhlasan dan kesabaran kita sesungguhnya diuji. Dan bukankah kesabaran seorang diuji di saat mereka berada dalam kekurangan?

Berbagi di kala kekurangan merupakan esensi dari sebuah pertolongan. Saat kita merasa tak berkecukupan, namun bisa memberikan pertolongan pada orang yang membutuhkan, akan menimbulkan rasa bahagia yang tak terkira. Disanalah kita akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang mengalami kesulitan tersebut. Sadar atau tidak, kita telah melakukan empati. Melakukan empati, pada dasarnya kita mencoba ’mendengarkan’ seseorang hingga ke dasar terdalam cara berpikirnya. Kita pun mencoba mendalaminya, dan mencoba melihat dari sudut pandang pemahamannya. Termasuk juga dapat memahami apa yang dirasakannya. Apa yang dirasakan orang yang kesulitan dan membutuhkan uluran tangan kita itu pulalah yang saat itu kita rasakan. Singkat kata, empati adalah bersatunya rasa.

Kebahagiaan memang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Memberi dalam keadaan berkelimpahan atau mampu, mungkin merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi sang pemberi. Tapi, kebahagiaan memberi di saat kekurangan, bisa jadi merupakan sesuatu hal yang sungguh-sungguh indah. Patut diingat, bahwa memberi tentu saja tak harus berupa materi. Ia dapat berupa apa saja. Memberi senyum dikala hati seseorang sedang gundah tentu memberi makna yang berbeda dikala ia tersenyum dalam keadaan hatinya riang gembira.

Nah, mulai saat ini, tak perlu ragu untuk memberi. Memberi apa pun. Memberi senyuman. Memberi kebajikan. Memberi materi. Dan tak perlu melihat lagi berapa isi dompet Anda untuk menghitung uang yang akan tersisa. Orang bijak berkata, saat berbuat kebaikan pada orang lain, sesungguhnya kita sedang membantu diri sendiri, agar menjadi lebih bahagia. Bukan begitu sahabat?

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009

Kok, Takut Berbuat Salah?

21 Februari 2010

Oleh: Syahril Syam

Tanggapilah dengan pandai bahkan terhadap perlakuan tidak pandai sekalipun.
- Lao Tsu -

Dalam sebuah wawancara, seorang reporter menanyakan rahasia dibalik sukses seorang direktur utama bank.

"Dua kata", jawabnya.
"Apa saja?", kejar sang reporter.
"Keputusan jitu."
"Bagaimana membuat keputusan yang jitu?"
"Satu kata."
"Apa itu?"
"Pengalaman."
"Bagaimana Anda menimba pengalaman?"
"Lima kata."
"Apa saja?"
"Dengan membuat keputusan yang salah."

Sering kali kita menghindari kesalahan atau kegagalan. Kita tidak ingin terlihat bodoh, malu, atau dipecundangi oleh orang lain. Dalam setiap penampilan kita, ketika bergaul dengan orang lain, kita selalu ingin terlihat sempurna. Bahkan, terdapat sebuah pemikiran yang berkembang, bahwa kalau kita berbuat kesalahan, maka kita tidak saja membuat malu diri kita, tapi juga orang tua kita. Kenapa? Karena orang tua kita telah salah mendidik kita. Begitulah yang sering dipikirkan oleh kebanyakan orang.

Agar kita tidak membuat malu orang tua, maka kita harus tampil sempurna. Yang lebih parah lagi, orang tua pun sering memaksakan anaknya untuk tampil sempurna, dan jangan berbuat kesalahan/kegagalan . Di tambah lagi dengan lingkungan tempat kita tinggal dan bergaul. Seringkali sebuah lingkungan tidak menerima orang yang berbuat kesalahan. Apalagi jika kesalahan itu memberi aib pada lingkungan tersebut.

Lingkaran-lingkaran inilah yang sering mempengaruhi kita, sehingga bertambah besarlah keinginan kita untuk menghindari yang namanya kesalahan/kegagalan . Namun, cobalah untuk menyimak sebuah kata bijak berikut ini: "Kalau Anda takut berbuat kesalahan, maka sesungguhnya Anda tidak pernah melakukan apa-apa." Kok bisa demikian? Marilah kita ambil sebuah contoh, sesuatu yang ingin dilakukan dahulu oleh hampir semua orang ketika beranjak remaja: NAIK SEPEDA.

Saya pun dulu sangat ingin merasakan naik sepeda (sepeda roda dua, bukan sepeda roda tiga). Namun, ketika mencobanya untuk pertama kalinya saya sering terjatuh. Saya bahkan meminta tolong orang tua atau teman, bahkan tetangga, agar membantu saya belajar menaiki sepeda tersebut. Saya sudah lupa berapa banyak saya terjatuh (berbuat kesalahan). Hingga akhirnya saya berhasil menguasai sepeda tersebut.

Dan ternyata, untuk sebuah hal baru yang ingin kita lakukan, kita tidak akan pernah langsung bisa, tapi kita pasti bisa jika terus belajar. Hal ini pula yang menjawab pertanyaan: "Siapa bilang saya tidak melakukan apa-apa, kalau saya tidak berbuat salah?" Memang betul kita pun sering melakukan sesuatu, dan kita tidak atau sangat kurang melakukan kesalahan. Misal saja, makan. Hampir (saya katakan hampir, karena ada orang yang tidak makan setiap hari) setiap hari kita makan. Namun, apakah kita lupa, dulu pun kita melakukan kesalahan sewaktu belajar untuk makan sendiri. Jadi, ketidakinginan untuk melakukan kesalahan, berarti kita hanya berada pada lingkaran aktifitas yang hanya itu-itu saja, tidak mengalami perkembangan.

Hal ini bukan berarti bahwa setiap orang bebas melakukan kesalahan. Karena, ada juga orang melakukan kesalahan, dan itu bukan untuk perkembangan dirinya, kecuali orang tersebut mengakui kesalahannya dan mau untuk belajar. Misalnya saja, mencuri. Ini pun sebuah bentuk kesalahan, namun bukan kesalahan yang saya maksudkan di sini. Secara sederhana kita dapat membedakannya dengan: KESALAHAN YANG DISENGAJA DAN KESALAHAN YANG TIDAK DIKETAHUI.

Salah satu kemampuan tubuh manusia adalah adaptasi. Kalau kita berada di musim panas, dan secara tiba-tiba terjadi pergantian musim menjadi musim dingin. Maka, kita akan setengah mati menghadapinya. Ini disebabkan karena tubuh kita belum terbiasa dengan perubahan suhu yang mendadak. Namun, lambat laun tubuh kita akan beradaptasi, sehingga membuat kita dapat tetap bertahan di musim dingin. Pada proses adaptasi inilah, sering kita melakukan kesalahan/kegagalan .

Awalnya kita belum terbiasa naik sepeda roda dua. Namun, lewat proses pembelajaran kita pun dapat beradaptasi/ terbiasa dengan sepeda roda dua. Nah, pada proses pembelajaran ini kita sering melakukan kesalahan/kegagalan . Dan, kita belajar dari kesalahan/kegagalan tersebut. Kenapa dalam proses adaptasi kita sering melakukan kesalahan/kegagalan ? Karena kita belum memiliki kemampuan untuk sesuatu yang baru. Inilah keterbatasan pengatahuan kita.

Jadi, dengan menyadari keterbatasan pengetahuan kita, maka kita terus-menerus melakukan proses pembelajaran untuk hal-hal yang baru. Dan di dalam melakukannya akan sering terjadi kesalahan/kegagalan . Jadi, kesalahan/kegagalan adalah sebuah pengetahuan yang baru bagi kita, sampai kita mendapatkan pengetahuan yang kita inginkan. Itulah sebabnya saya menyamakan kata "kesalahan" dengan kata "kegagalan". Walaupun ada jenis kegagalan yang tidak mendidik. Misalnya saja, pernyataan, "Saya gagal mencuri hari ini!" Jadi, kesalahan/kegagalan adalah sebuah proses alamiah yang harus kita lalui untuk mendapatkan pengetahuan baru (harapan baru).

Beda halnya dengan kesalahan yang dilakukan dengan sengaja. Walaupun demikian, sesungguhnya dalam kesalahan yang disengaja pun orang melakukan kesalahan/kegagalan lagi. Misalnya saja, untuk menjadi pencuri ulung, diperlukan banyak kesalahan/kegagalan agar mahir melakukannya. Bukan hanya pelajaran itu saja yang didapatkan. Kalau kita ingin meningkatkan kualitas hidup kita, maka kesalahan yang disengaja pun dapat memberikan pembelajaran/ pengetahuan baru bagi kita. Jadi, bukan saja, seberapa banyak kesalahan yang Anda lakukan (baik alamiah atau disengaja), tapi, apakah kita mau untuk meningkatkan kualitas diri kita?

Mungkin itulah sebabnya Tuhan itu Mahapengampun, asal niat kita untuk meningkatkan kualitas diri kita (dengan betul-betul bertobat). Karena setiap kesalahan, baik alamiah atau disengaja, sesungguhnya memberikan pelajaran bagi kita. Dan itu semua tergantung pada pandangan kita, apakah mau meningkatkan diri atau menjatuhkan martabat diri?

Terdapat sebuah kalimat indah dari Anthony Robbins, "Tidak ada hal-hal seperti kegagalan. Yang ada hanya hasil. Anda selalu membuat hasil. Kalau itu bukanlah yang diinginkan, Anda cukup mengubah tindakan dan memperoleh hasil baru." Ini berarti bahwa setiap kesalahan/kegagalan adalah hasil yang harus kita pelajari untuk sampai pada hasil yang diharapkan.

Ingat! SAYA harus sering menerima dan belajar ketika melakukan kesalahan yang alamiah karena di dalamnya terdapat sebuah proses pembelajaran. Karena lewat cara itulah SAYA dapat terus BERBUAT dan BERKEMBANG!

*) Syahril Syam adalah seorang konsultan, terapis, public speaker, dan seorang sahabat yang senantiasa membuka diri untuk berbagi dengan siapa pun. Ia memadukan kearifan hikmah (filsafat) timur dan kebijaksanaan kuno dari berbagai sumber dengan pengetahuan mutakhir dari dunia barat.

Kisah Sinar, Bocah 6 Tahun dan Ibunya yang Lumpuh

09 Januari 2010

SubhanaLlah, Maha Suci Allah! Sangat mengharukan! Itulah sebagian besar ungkapan penonton saat melihat tayangan di SCTV tentang kisah anak usia 6 tahun mengurus ibunya yang lumpuh. Bahkan tidak sedikit yang menitikkan air mata saat menyaksikan Sinar, nama bocah belia itu menampakkan bakti, cinta dan kasih sayangnya pada sang bunda, mengabaikan masa kecilnya pada saat anak-anak seusianya menghabiskan waktunya dengan bermain, sementara ia harus berada di samping bundanya yang sakit sejak dua tahun lalu.


Rumah Murni, nama ibu yang lumpuh ini terletak Desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Walau tampak jauh dari keramaian kota, tapi rumah Murni juga tidak luput dari keramaian Pemilu lalu. Terbukti dengan banyaknya sticker partai dan caleg yang tertempel di dinding rumah kayu sangat sederhana itu. Tapi sepertinya para politisi dan kader partai itu abai dengan apa yang terjadi di tengah keluarga miskin ini. Para tetanggalah yang terkadang memberikan bantuan ala kadarnya untuk Murni dam putrinya, Sinar. Karena suami Murni sendiri merantau ke Malaysia.

Sinarlah yang membantu dan menemani ibunya selama ini. Mulai dari memindahkan atau menggeser tubuhnya, masak, makan, minum, mandi hingga buang air. Semua itu ia kerjakan sendiri dengan penuh cinta. Tayangan yang ditampilkan SCTV ini bahkan sanggup meruntuhkan air mata mereka yang menyaksikannya. Ada rasa iba dan takjub sekaligus melihat bocah usia 6 tahun yang tampak penuh tanggung jawab melakukan tugas mulianya, sambil mengusap mesra pipi ibunya.

Bocah kelas satu Sekolah Dasar ini bahkan kerap terlambat ke sekolah karena harus mengurus ibunya. Begitu pula setelah pulang sekolah. Nyaris seluruh waktunya telah ia persembahkan bagi ibunya yang sakit parah. Walaupun Sinar memiliki lima orang kakak dan juga belum dewasa, namun mereka semua tinggal terpisah dengannya. Faktor ekonomi membuat mereka menjadi pembantu rumah tangga.

Kisah Sinar, bocah belia usia 6 tahun ini mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya berbakti kepada kedua orang tua. Walau di antara kita mungkin ada yang bertanya, apakah karena usianya yang masih sangat belia itu yang membuat Sinar mampu memahami arti berbakti kepada orang tua? Karena kita sendiri heran melihat perilaku seorang anak yang sudah dewasa justru tak sudi melayani ibunya yang renta dan tak mampu lagi berbuat apa-apa. Ia telah kehabisan cinta dan kasih sayang untuk ibunya.

Tapi begitulah Allah mengajarkan kepada kita tentang cinta kasih kepada orang tua melalui anak kecil ini. IA telah letakkan dalam hatinya pada saat banyak manusia yang justru tak memilikinya. Semoga saja ibu Murni dapat segera sembuh dari penyakit yang menimpanya. Dan putrinya, Sinar, senantiasa diberikan kekuatan oleh Allah Ta’ala berbakti kepada ibunya.

Kisah Sinar, bocah kelas satu Sekolah Dasar Tondo Pata, Polewali Mandar, Sulawesi Selatan, ternyata menggugah nurani banyak orang. Sejumlah dermawan memberikan berbagai bantuan seperti pakaian, beras, uang hingga kasur untuk tidur. Bahkan beberapa dermawan lainnya akan membantu biaya sekolah Sinar.

Cinta bocah bernama Sinar pada ibunya juga telah menginspirasi Charlie, vokalis band ST12. Sebagai bentuk simpati, Charlie menciptakan lagu berjudul Sinar Pahlawanku. Bukan hanya mencipta lagu, ST12 bahkan menginap di rumah anak perempuan berusia enam tahun itu.

Sontak rumah warga Dusun Tondo Pata, Desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menjadi ramai. Penduduk berdatangan untuk melihat band Ibu Kota. Sementara bagi ST12, mereka ingin melihat langsung ketabahan dan kegigihan Sinar merawat ibunya yang lumpuh.

Kebiasaan sehari-hari Sinar, yaitu memasak dan mencuci pakaian. Semua dilakukan seorang diri karena para saudaranya sudah tidak tinggal di rumah. Jangan menangis sayang, ini hanyalah cobaan Tuhan. Hadapi semua dengan senyuman, dengan senyuman. ST12 berharap, bait lagu ciptaan untuk Sinar bisa menguatkan anak yang mencintai ibunya itu.
Sumber : Kompas


Nilai Kehidupan

08 Januari 2010

Oleh: Andrie Wongso

Alkisah, ada seorang pemuda yang hidup sebatang kara. Pendidikan rendah, hidup dari bekerja sebagai buruh tani milik tuan tanah yang kaya raya. Walapun hidupnya sederhana tetapi sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan baik.

Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti.

"Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja kehidupan ini," katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat menggantung diri di sebatang pohon.

Pohon yang dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba menyela lembut. "Anak muda yang tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini."

Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan memilih pohon yang lain, tidak jauh dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, "Hai anak muda. Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin. Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya."

Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lain. Kata yang didengarpun tidak jauh berbeda, "Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh di bawah dedaunanku. Tolong jangan mati di sini."

Setelah pohon yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan berpikir, "Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi makhluk lain".

Segera timbul kesadaran baru. "Aku manusia; masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas aku melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk lain".

Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.

Teman-teman yang luar biasa,

Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu, mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini (dengan) terasa terbeban dan saat tidak mampu lagi menahan akan memungkinkan kita mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.

Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan kita, setiap hari penuh dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia-manusia lainnya.

Maka, jangan melayani perasaan negatif. Usir segera. Biasakan memelihara pikiran positif, sikap positif, dan tindakan positif. Dengan demikian kita akan menjalani kehidupan ini penuh dengan syukur, semangat, dan sukses luar biasa!

Salam sukses luar biasa!!!

Menatap 2010, Semakin Optimis!

07 Januari 2010


Oleh: Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta

“We will open the book. Its pages are blank. We are going to put words on them ourselves. The book is called Opportunity and its first chapter is New Year's Day.”-- Edith Lovejoy Pierce
POSTER berisi pesan singkat terpasang di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat beberapa hari menjelang pergantian tahun baru 2010. Isinya jelas, tidak bertele-tele: ‘2010: Semakin Optimis’. Tak hanya rakyat Indonesia, seluruh dunia pun sepakat untuk menatap tahun 2010 dengan penuh harapan dan optimisme. Dua hal yang telah lumrah menjadi resolusi setiap kali membuka lembaran tahun baru. Tetapi kali ini, dalam menyongsong tahun baru, harapan dan optimisme nampaknya lebih keras lagi didengungkan dari seluruh penjuru dunia. Hal itu bukannya tanpa sebab. Berbagai bencana yang menimpa umat manusia datang silih berganti sepanjang tahun 2009. Mulai dari bencana alam, bencana finansial, hingga bencana yang ditimbulkan oleh ulah keji manusia sendiri.

Bencana alam terjadi di seluruh dunia, tak terkecuali di negeri sendiri. Badai salju yang menerjang Eropa di penghujung tahun menjelang natal yang telah menewaskan puluhan orang, seakan menutup tahun dengan penuh kepedihan. Menurut PBB, tahun ini diperkirakan 9 ribu orang tewas dan sekitar 58 juta orang lainnya mengalami kerugian yang tak sedikit akibat bencana alam yang terjadi: banjir, badai, gelombang panas, dan kondisi iklim ekstrim lainnya. Dalam sebuah kajian yang dipresentasikan di KTT Perubahan Iklim di Kopenhagen, banyak dari ke 245 situasi iklim yang ekstrim itu diakibatkan atau nantinya dapat diperparah oleh perubahan iklim.

Krisis ekonomi yang dimulai dari negeri Paman Sam masih terasa dampaknya hingga tahun 2009. Walau demikian, Indonesia patut bersyukur, bersama dengan Cina dan India, ekonomi Indonesia dianggap sebagai salah satu ekonomi yang paling stabil dan menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang positif dan perbaikan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara lain di dunia. Berpijak dari keadaan ekonomi tahun 2009, Pemerintah Indonesia pun optimis pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 akan mencapai 5,5%. Bandingkan dengan tahun 2009, dimana Pemerintah hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5%. Bahkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 dapat mencapai 5,9 persen.

Sementara itu, bencana tak hanya disebabkan oleh alam. Bencana yang paling menyakitkan ialah bencana kemanusiaan yang disebabkan ulah tangan kotor manusia sendiri. Kedamaian dunia diusik oleh tindakan brutal bom bunuh diri di Timur Tengah dan negara-negara sekitarnya, serangan brutal di Nigeria, hingga kekacauan politik di Filipina, membuat dunia terasa jauh dari kedamaian.

Tak heran bila sejarah kelam sepanjang tahun 2009 dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh umat manusia dan jangan sampai terulang kembali. Dan tak salah bila hampir seluruh pemimpin dan tokoh dunia ramai-ramai mengangkat harapan dan optimisme sebagai resolusi untuk menatap tahun 2010 dengan lebih baik.

Sambutlah tahun baru 2010 dengan lebih optimis. Penuh percaya diri dalam mengatasi segala persoalan yang menghadang. Tak lupa pula untuk selalu mensyukuri nikmat yang ada dan mengapresiasi setiap hasil dan jerih payah yang telah dilakukan, walau sekecil apapun.

Optimisme dalam menatap hari depan yang lebih baik, dan mengapresiasi apa yang telah didapatkan, tak melulu milik mereka kaum dewasa, yang memiliki profesi tertentu, atau yang tinggal di perkotaan. Tapi juga seharusnya dimiliki oleh generasi muda saat ini. Tengoklah Apep Nurhalim, 15 tahun, pelajar kelas VII SMP Negeri Jelegong, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Ciamis dalam menatap hari esok yang lebih baik. Setiap pagi Apep harus bangun pukul empat pagi dini hari. Jika telat bangun, Apep dipastikan terlambat masuk sekolah. Tak hanya Apep yang harus berjuang keras agar bisa sekolah di jenjang sekolah menengah di desanya, tetapi ada 27 teman Apep yang melakukan hal yang sama.

Mereka berangkat ke sekolah pukul lima pagi. Selama 2,5 jam, Apep dan kawan-kawannya harus berjalan kaki sejauh 7 km lebih agar bisa sampai ke sekolah. Sepanjang perjalanan, mereka harus berjalan kaki, naik turun gunung yang tentu saja memerlukan tenaga ekstra, serta melintasi dua sungai agar sampai ke tujuan. Mereka melakukan hal tersebut karena tidak ada angkutan umum yang melintas di desa mereka. Bila tidak turun hujan, untuk menyeberangi dua sungai itu tidak ada masalah. Bila hujan turun, apa boleh buat, mereka tak bisa ke sekolah karena bakal tak dapat menyeberangi sungai yang ketinggian airnya tak bisa dilalui. Jadi setiap hari, mereka harus berjalan kaki sejauh 14 km selama 5 jam. Mereka toh tetap melakukan hal tersebut, untuk sebuah alasan agar dapat bersekolah. Bukan hanya optimisme yang ditunjukkan oleh mereka, walau harus bersusah payah menempuh perjalanan jauh untuk menuju sekolah, tetapi mereka tetap bersyukur dapat bersekolah. Bayangkan berapa juta anak Indonesia yang belum beruntung karena tidak dapat bersekolah.

Songsonglah tahun baru dengan penuh keyakinan yang kokoh. Setiap pergantian tahun seringkali kita disarankan untuk melihat dan melakukan introspeksi atas apa-apa yang telah dilakukan di masa lalu. Agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama secara berulang, buatlah hidup ini dengan terencana dan teratur. Buatlah resolusi Anda di tahun baru ini. Tetapkan target apa saja yang harus dicapai selama tahun 2010 ini. Tak perlu muluk-muluk, Anda harus mengukur kemampuan diri Anda sendiri. Dengan adanya target, setidaknya jalan hidup Anda lebih terarah. Karena ada sesuatu yang dituju. Kalaupun akhirnya target Anda meleset, tak perlu kecewa. Buatlah resolusi baru. Resolusi dibuat tentu tidak perlu menunggu tahun baru. Tetap semangat! Selamat Tahun Baru 2010!

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet