The Power of Kepepet

28 Mei 2009


"Seandainya sekarang Anda tidak memiliki uang tabungan. Penghasilan pun kurang dari 5 juta sebulan. Apakah Anda bisa mendapatkan uang 50 juta, jam 9 esok hari?" Saat saya menanyakan pertanyaan ini kepada peserta seminar, hampir semua menjawab, tidak bisa. Kenapa? Karena mereka mengukur kemampuannya berdasarkan kondisi normal mereka. Dengan penghasilan 5 juta perbulan, jika saving-nya 2 juta perbulan, maka perlu 25 bulan untuk mendapatkan 50 juta.

Bagaimana jika pertanyaan saya ubah? Seandainya, malam hari ini, anak Anda atau orang yang paling Anda sayangi mendadak sakit keras. Dokter mendiagnosa ada sebuah tumor ganas yang harus dioperasi besok juga, jika tidak, maka nyawanya akan melayang. Sedangkan operasi hanya bisa dilaksanakan jika Anda menyerahkan uang tunai sejumlah 5 juta rupiah sebelum jam 9 esok hari. Bagaimana? Apakah Anda masih akan mengatakan tidak bisa? Mayoritas akan menjawab, "Harus bisa". Kenapa? Karena kepepet, jika tidak, nyawa orang yang kita cintai tsb akan melayang.

Jadi sebenarnya jika dalam kondisi yang kepepet dan tidak diberikan pilihan untuk "tidak bisa", manusia akan mencari jalan untuk berpikir "bagaimana harus bisa". Tetapi kenapa sukses, kaya, membahagiakan orang tua atau keluarga, seolah bukan suatu kebutuhan yang mendesak? Sesungguhnya manusia telah diciptakan dengan potensi luar biasa, di luar apa yang kita pikirkan. Hanya saja potensi tersebut seringkali hanya akan keluar pada kondisi terdesak, seperti seorang nenek bisa melompat dari gedung setinggi 5 meter, saat kebakaran.

KEPEPET VS IMING-IMING


Ada 2 sebab yg membuat orang tak tergerak untuk berubah. Yang pertama adalah impiannya kurang kuat, yang kedua tidak kepepet. Dua hal tersebut yang seringkali disebut orang sebagai motivasi. Kesalahan fatal yang timbul oleh sebagian besar motivator ataupun trainer motivasi lainnya adalah hanya menggunakan impian sebagai 'iming-iming' untuk menggerakkan audiens. "Apa Impian anda? Siapa yang impiannya punya mobil mewah? Rumah mewah? atau bahkan kapal pesiar?" Memang, saat di ruang seminar, mereka sangat terbawa dan termotivasi oleh sang motivator. Tapi masalahnya, sepulang dari seminar, mereka dihantam kemalasan, mungkin juga halangan-halangan bahkan seringkali oleh orang-orang yang mereka sayangi. Apa jadinya? Mereka tetap diam ditempat.

Contoh yang kedua, ada seorang salesman yang bekerja di suatu perusahaan. Seperti perusahaan lainnya, mereka menerapkan sistem bonus. "Jika anda mencapai target yang telah ditentukan, maka anda akan mendapat bonus jalan-jalan keluar negeri!" kata managernya. "Gimana, semangat?" lanjut manager berinteraksi. "Semagaat..ngat..ngat!" sambut salesman, sambil mengepalkan tangannya seolah siap tempur. Bulan demi bulan pun berlalu tanpa pencapaian target. Kemudian si manager bertanya,"Apa bonus yang aku tawarkan kurang besar?". "Enggak kok Pak, cukup besar, mudah-mudahan bulan depan tercapai Pak". Setelah 3 bulan masa 'iming-iming' tak berhasil, si manager mulai mengubah strategi. Dia berteriak agak menekan di dalam meetingnya,"Pokoknya, jika anda tidak bisa mencapai target penjualan yang sudah saya tetapkan, anda saya PECAT!". Nah, keluarlah keringat dingin si salesman. Sekeluar dari ruangan dia langsung menyambangi calon-calon customernya, kerjanyapun semakin giat. Malas, malu, nggak pe-denya hilang seketika. Kok bisa? Karena KePePet! Yang dia pikirkan, jika dia tidak dapat memenuhi target, dia akan dipecat. Jika dipecat, penghasilannya akan nol. "Trus anak istriku makan apa?" pikirnya. Anehnya, target penjualan yang selama ini tidak pernah tercapai, bisa juga terlampaui. Itulah yang disebut The Power of Kepepet.

97% orang termotivasi karena Kepepet, bukan karena iming-iming. Maka dari itu ada pepatah mengatakan bahwa "Kondisi Kepepet adalah motivasi terbesar di dunia!". Banyak perusahaan mengkampanyekan Visi besarnya kepada seluruh karyawannya. Apa jawab mereka? "Emang gua pikirin!". Bukannya salah karyawan yang tidak peduli terhadap visi perusahaan, tapi karena visi itu tak terlihat oleh karyawan. Mereka lebih termotivasi oleh sesuatu yang berupa ancaman, baik situasi dimasa mendatang ataupun berupa punishment. John P. Kotter (Harvard Business Review) mengemukakan "Establishing Sense of Urgentcy" adalah langkah pertama untuk menggerakkan perubahan dalam suatu organisasi. Dengan melihat ancaman-ancaman terhadap kompetisi dan krisis, membuat mereka tergerak, sebelum mengkomunikasikan visi. Fungsi Visi adalah memberikan arah, sedangkan The Power of Kepepet yang mendorong untuk bergerak.

MENCIPTAKAN KONDISI KEPEPET

Coba amati biografi orang-orang sukses, banyak dari mereka yang 'kepepet' sebelumnya. Seperti pegas, saat kita tekan, maka akan menimbulkan gaya tolak yang lebih besar. Trus, apa yang harus kita lakukan? Cara pertama untuk mengeluarkan 'potensi kepepet' kita, dengan cara menvisualisasikan (membayangkan) seolah-olah kita dalam kondisi kepepet, maka kita akan memfungsikan organ tubuh dan hormon-hormon kita, bekerja secara maksimal. Misalnya, bayangkan jika hari ini Anda di-PHK, apa yang Anda rasakan?

Cara kedua, menciptakan kondisi kepepet secara fisik. Misalnya dengan berhutang untuk modal usaha, secara otomatis akan membuat kita termotivasi untuk mengembalikan hutang. Atau, bisa juga kita terima orderan langsung, meskipun usaha belum mulai. Ada juga yang memberanikan diri membayar DP (uang muka) sewa ruko/ kios, setelah itu terpaksa berpikir bagaimana melunasinya. Jika Anda masih single dan tidak punya tanggungan keluarga, mungkin Anda mau langsung mencoba keluar kerja dan mulai usaha?! Semua itu pilihan Anda lho, jangan salahkan saya untuk risikonya. Tergantung dari karakter masing-masing orang. Saya menempuh cara yang terakhir, cukup konyol, tapi berhasil. Namun jangan lupa, Integritas dan Kredibilitas tetap harus dijaga.

Cara manapun yang akan Anda pilih, yang penting MELANGKAH, jangan kebanyakan mikir atau sekedar membaca tulisan saya ini. Karena kehidupan Anda tidak akan berubah hanya dengan membaca, tapi dengan ACTION.

"Jika rasa sakit terhadap kondisi sekarang tidak kuat, orang tak akan beranjak untuk berubah"

// |
( | (.) (.) |)
---------o00o- -(_)--o00o- --------- -------

Negara-negara yang paling berbahagia

25 Mei 2009


Kepuasan Hidup

Ada hasil survei terbaru yang lumayan menghebohkan baru-baru ini. Siapakah "Bangsa yang Paling Bahagia di Dunia"? Apakah bangsa yang paling makmur? Paling kaya-raya di dunia? Ternyata tidak juga. Amerika hanya ada di urutan 23. Banyak bangsa-bangsa terkaya, menurut survei ini justru tidak terlalu bahagia. Berdasarkan data yang dikumpulkan Adrian White dari Universitas Leicester, dengan sumber-sumber yang ekstensif (UNESCO, CIA, the New Economics Foundation, WHO, etc), dan mencakup 80.000 responden di seluruh dunia, maka diperoleh hasil, bahwa bangsa paling bahagia di dunia adalah... DENMARK. Dan dari sini juga dihasilkan peringkat global bangsa-bangsa, dari yang paling bahagia sampai yang paling tidak bahagia.

Inilah daftarnya (20 besar, Satisfaction With Life Index) :
1. DENMARK
2. Swiss
3.. Austria
4. Islandia
5. Bahama
6. Finlandia
7. Swedia
8. Bhutan
9. Brunei
10. Canada
11. Irlandia
12. Luxemburg
13. Kosta Rika
14. Malta
15. Belanda
16. Antigua
17. Malaysia
18. Selandia Baru
19. Norwegia
20. Seycheles

Dan yang lainnya :
23. Amerika
26. Australia
35. Jerman
41. Inggris
53. Singapura
64. INDONESIA
76. Thailand
82. China
90.. Jepang
102. Korea Selatan
125. India

Dan 3 negara yang paling merana hidupnya adalah :
176. Kongo
177. Zimbabwe
178. Burundi.


INDONESIA, lumayan, berada di urutan tengah, dan lebih bahagia dibanding saudara-saudaranya sesama manusia di Thailand, China, Jepang, Korea, dan India. Padahal Jepang, Korea Selatan, dan China jelas-jelas jauh lebih kaya dan makmur dibanding kita.

Kebahagiaan disini diukur dari kepuasaan subyektif masyarakatnya pada Tingkat Kesehatan (dan juga akses kesehatan murah), Kekayaan Relatif, dan Akses Ke Pendidikan. Bangsa yang sehat dan ongkos kesehatannya terjangkau, memiliki kekayaan yang cukup, dan tingkat pendidikannya cukup baik katanya akan relatif lebih bahagia.

Tapi faktor yang juga penting disini adalah tingkat Pengharapan, atau Ekspektasi terhadap hidup. Semakin rendah ekspektasi masyarakatnya, makin mudah dia bersyukur dan berbahagia. Sedang makin tinggi ekspektasi seseorang, makin banyak Keinginannya, makin sulit dia merasa puas, dan bahagia.

DAN KENAPA DENMARK PALING BAHAGIA?

Berdasarkan penelitian, orang-orang Denmark sangat bahagia karena mereka selalu merasa hidup mereka cukup. Contentment. Mereka tidak sekaya orang Amerika atau Jepang, tidak punya mobil atau rumah super mewah, tapi mereka bersyukur dengan hidup mereka. Mereka kemana-mana juga lebih suka jalan kaki atau naik sepeda, karena lebih menyenangkan, santai, dan udaranya juga segar. Dan mereka tidak usah pusing soal banyak hal, dari mobil yang mesti bagus, pembayarannya, perawatannya, bensinnya, atau macet di jalan. Naik sepeda memang menyenangkan.

Mereka tentu juga ingin hidup lebih baik, sukses, materi, tapi tidak merasa perlu sampai diperbudak kesuksesan. Sukses itu penting, tapi menikmati hidup, keluarga, dan teman adalah nilai hidup yang utama, dan sukses tidak perlu mengganggu hal itu. Pendidikan disana gratis. Begitu juga dengan biaya kesehatan, dan Jaminan penuh untuk Hari tua. 3 hal yang mungkin terpenting dalam hidup, dan mereka menikmatinya dengan gratis berkat pemerintahan yang baik.

Masyarakat Denmark ternyata juga cenderung punya harapan yang rendah. Mereka berusaha, tapi tidak pernah berharap macam-macam. Ini membuat tiap kesuksesan kecil saja sudah membuat mereka begitu bahagia. Dan bila gagal, mereka lebih gampang menerimanya, dan mereka bisa langsung mulai berusaha lagi. Begitu saja.


Dan bangsa-bangsa lain yang "tidak bahagia", termasuk banyak negara terkaya di dunia, adalah yang orang-orangnya cenderung tidak pernah puas. Mereka terdikte keinginan dan ambisi-ambisinya. Amerika contohnya punya american dreams. Masalahnya, dan ironi terbesarnya adalah, kalau anda sampai begitu bernafsunya mengejar kebahagiaan (dan kebahagiaan yang lebih besar), anda justru akan terjebak. Terjebak dalam pertempuran merebut kebahagiaan yang tidak pernah berakhir, dan anda justru tidak akan pernah merasakan kebahagiaan itu. Dan ini terbukti secara scientific.

"Happiness is as a butterfly which, when pursued, is always beyond our grasp. But which if you will sit down quietly, may alight upon you," Nathaniel Hawthorne


Dan itulah bangsa paling bahagia di dunia. Denmark. Sebuah bangsa dengan masyarakat yang:
1. Bersyukur, bersyukur, bersyukur
2. Punya impian dan keinginan yang realistik
3. Tidak membanding-bandingkan dengan orang lain
4. Jaminan dari pemerintah yang cukup






Ingin Kaya : Belajarlah Memberi !

22 Mei 2009


Kemarin sore tiba-tiba saya diberi kejutan kecil. Orang tua asuh saya membawa beras satu bungkus isi 10 kg dan memberikannya pada saya, tepat ketika saya hendak membeli beras karena persediaan di rumah saya habis. Hehe.. rejeki nomplok, pikir saya. Karena sangat senang, saya kirim sms pada kakak perempuan di Indonesia dan menceritakan kejadian ini. "Kok PAS, ya., pas butuh pas ada." Tulis saya pada kakak saya. Kakak saya lalu bercerita, tadi pagi ibu saya memanggil tukang becak tua yg lewat didepan rumah kami, dan memberinya makan satu piring nasi.

Kakak saya heran, dalam rangka apa ibu saya tiba-tiba memberi makan tukang becak itu. Kata ibu saya, "Biar anak mami yg jauh ga kekurangan makan." Kakak saya bilang, mungkin maksud ibu itu adalah saya yg tinggal jauh di negeri orang. Kontan, sorenya saya dapet beras 10kg. Waduh.balasannya kok ga sebanding yah, sepiring nasi dengan sekarung beras. Hehe..lumayan. Kejadian ini mengingatkan saya pada kejadian 20 tahun lalu. Suatu hari di permulaan musim kemarau ketika saya masih duduk di kelas 3 atau 4 Sekolah Dasar di Bandung, ada penggalian tanah di sepanjang jalan depan rumah orang tua saya untuk pemasangan kabel telpon. Semua tukang gali jumlahnya kira-kira 20 orang. Pekerjaan memakan waktu kurang lebih 10 hari.


Pekerjaan ini menarik perhatian saya, terutama kabel-kabel ukuran besar yg nantinya akan ditanam dalam galian itu.
Hari pertama penggalian dimulai, matahari bersinar sangat terik. Para pekerja yg kelelahan berhenti sejenak dari pekerjaannya sambil beberapa kali mengusap keringat diwajahnya. Mereka terlihat kehausan karena bekal air yg mereka bawa telah habis. Ibu saya yang melihat ini tanpa banyak bicara membawa teko air besar dan menawarkan minuman teh dingin pada mereka. Spontan mereka menerima dan meminum teh buatan ibu saya dgn gembiranya. Karena mereka jumlahnya banyak, ibu saya sampai 3 kali mengisi teko itu.

Ternyata hari-hari berikutnya pun ibu saya tidak berhenti menyediakan teko air di depan rumah untuk para tukang gali itu. Bahkan bisa sampai 5 kali dalam sehari ibu bolak balik mengisi teko besar itu dengan air teh. Jika ada makanan ringan seperti pisang rebus, atau kue-kue kecil lainnya, ibu saya jg menyuguhkannya. Saya pernah bertanya, "Kenapa ibu saja yg memberi air minum pada mereka? Tetangga-tetangga lainnya pun tidak". Ibu saya hanya menjawab singkat, "Kasihan", katanya. Sampai ketika pekerjaan galian itu selesai, salah seorang tukang gali berkata "Terimakasih Bu, mulai hari ini tidak usah sediakan air lagi, kami akan pindah ke tempat lain," katanya sambil pamit pada ibu saya.
Hari-hari berlalu sampai tiba pada pertengahan musim kemarau. Musim kemarau pada tahun itu katanya adalah musim kemarau panjang dan sangat panas dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tidak seperti air di sumur-sumur tetangga di komplek rumah kami yang mengering, air sumur kami justru melimpah ruah. Ini ajaib.

Padahal tetangga kiri kanan rumah ibu saya memasang jet pump yg besar, sedangkan kami hanya memakai pompa Sanyo berkekuatan kecil. Logikanya air tanah di rumah kami akan tersedot oleh tetangga kami itu. Tapi kenyataannya adalah ibu saya membagi-bagikan air pada tetangga sebelah menggunakan selang panjang melewati tembok penghalang rumah.
Semua tetangga di kompleks kami membeli air dengan jirigen-jirigen besar untuk keperluan mandi dan mencuci setiap harinya. Hanya keluarga kami yang tidak kekurangan air sedikitpun melewati musim kering yg panjang dan panas pada saat itu. Ketika saya bertanya pada ibu, "Kenapa air sumur di rumah kita tidak kering?", ibu saya menggelengkan kepala, sambil berkata lirih, "Apa mungkin ini imbalan dari Tuhan karena memberi minum tukang-tukang gali yg kehausan itu kemarin dulu?" Tidak ada seorang pun diantara kami yg tahu.


Sama seperti seorang guru, semakin banyak mengajar, semakin pintarlah ia. Maka praktek memberi yg diajarkan ibu saya juga berlawanan dengan rumus matematika yg diajarkan disekolah. Satu dikurang satu di mana-mana ya sama dengan NOL. Tapi ibu saya ajaib, satu dikurang satu bisa jadi dua, bisa juga tiga, atau bahkan sepuluh. Weleh, weleh.

Tips & Mindset : Belajar dari Jepang

13 Mei 2009


Banyak hal yang dapat kita pelajari dari negara yang mungil,kecil dibandingkan negara kita yang kaya raya,segala sesuatu ada,kekayaan alam yang luar biasa namun apa yang terjadi dengan bangsa indonesia? marilah kita lihat sejenak rahasia sukses negeri yang tidak lebih besar dari pulau sumatera ini,yang tidak memiliki kekayaan alam yang berarti,bahkan juga telah diluluh lantakkan bom atom (hirosima dan nagasaki) hingga sekarang masih tersisa zat radio aktifnya.

1. Menghargai waktu
Masyarakat jepang terkenal dengan kedisiplinannya terhadap waktu. Sungguh luar biasa bila anda melihat sendiri bagaimana masyarakat Jepang sangat pentingnya arti waktu bagi mereka. Lihatlah bila mereka berjalan, seperti mengejar sesuatu, hampir semua masyarakat Jepang memakai jam tangan kemanapun mereka pergi. Apabila anda terlambat semenit saja kereta, maka anda harus menunggu kereta selanjutnya. Mungkin ini sangat bertolak belakang dengan budaya masyarakat Indonesia yang terkenal dengan jam karet. Ironis memang.

2. Kerja Keras

Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan" di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk "yang tidak dibutuhkan" oleh perusahaan. Di kampus, professor juga biasa pulang malam (tepatnya pagi), membuat mahasiswa tidak enak pulang duluan. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.

3. Malu

Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena "mengundurkan diri" bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

4. Bersih, teratur dan rapi
Alangkah nikmatnya bila kita berjalan jalan (hampir diseluruh wilayah jepang). Begitu nyaman, bersih dan tertata dengan rapi. Masyarakat jepang sudah terbiasa dengan membuang sampah ditempatnya, bahkan sudah biasa dipisahkan, antara sampah yang dapat di bakar, sampah dapur, atau sampah lainnya sudah tertata dengan rapih, bahkan berbeda sampah berbeda pula hari dan jadwal membuangnya.


5. Hidup Hemat

Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00. Contoh lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Termasuk saya dulu sempat berpikir kenapa pemanas ruangan menggunakan minyak tanah yang merepotkan masih digandrungi, padahal sudah cukup dengan AC yang ada mode dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada listrik. Professor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, bareng dengan mahasiswa-mahasiswanya.

6. Inovasi

Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah. Mobil yang dihasilkan juga relatif lebih murah, ringan, mudah dikendarai, mudah dirawat dan lebih hemat bahan bakar. Perusahaan Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan "maneshita" (peniru) punya legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan ide dari seorang engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru teknik pembuatan roti dari sheef di Osaka International Hotel, menghasilkan karya mesin pembuat roti (home bakery) bermerk Matsushita yang terkenal itu.

7. Pantang Menyerah

Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen). Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).

8. Budaya baca

Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi.Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.

Bangsa Indonesia punya hampir semua resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik. Di Jepang mahasiswa Indonesia termasuk yang unggul dan bahkan mengalahkan mahasiswa Jepang. Orang Indonesia juga memenangkan berbagai award berlevel internasional. Saya yakin ada faktor "non-teknis" yang membuat Indonesia agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama mencari solusi untuk berbagai permasalahan republik ini. Dan terakhir kita harus tetap mau belajar dan menerima kebaikan dari siapapun juga.

Apa yang kita sombongkan ?

12 Mei 2009


Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras.
Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?"

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Be happy !!!

KILLER STATEMENT (KS)

08 Mei 2009


Ada sebuah istilah komunikasi negatif dalam Kecerdasan Emosional yang disebut killer statement. Apa itu killer statement? Gampangnya, killer statement itu adalah segala bentuk pernyataan kita yang kita keluarkan, sadar maupun tidak, tetapi melukai dan mampu merusak mental maupun semangat orang lain.

Jenis-jenis killer statement ini, tanpa sadar kita dengar setiap hari, atau barangkali tanpa sadar kita keluarkan dengan maksud bercanda, memotivasi, tapi justru merusak. Nah, kalimat-kalimat perusak jiwa yang menghasilkan perasaan yang negatif pada diri seseorang itulah yang seringkali kita sebut killer statement.

Menariknya, sejarah dunia komik pun pernah mencatat akibat buruk dari killer statement yang pernah diterima oleh dua anak bernama Jerry Siegel dan Joe Shuster. Kisahnya begini. Di masa depresi yang melanda Amerika pada 1933, Jeery Siegel mempunyai ide menciptakan seorang tokoh pahlawan anak-anak yang mempunyai kemampuan luar biasa.

Tenaganya lebih kuat dari besi, bisa terbang dan asalnya dari planet lain. Maka, bersama dengan temannya yakni Joe Shuster yang pandai melukis, diciptakanlah untuk pertama kalinya gambaran manusia baja tersebut. Tetapi gambaran komik manusia super itu tidaklah begitu menarik. Kecaman dan kritikan diterima.

Selama enam tahun berturut-turut komiknya pun ditolak sana-sini. Hingga akhirnya, puncak kehancuran mental Siegel dan Shuster terjadi saat mereka mendengar ada editor dari Detective Comics yang membutuhkan komik strips. Lantas mereka pun mencoba menjual kepada mereka.

Tapi, saat membuka-buka dan melihat gambaran komik mereka, para editor pun tertawa dan berkata, "Wah, nggak akan ada yang percaya dengan ide komik seperti ini. Gambarnya murahan dan tak mungkin laku dijual". Maka, karena sudah terlalu frustrasi dengan penolakan dan kalimat yang menghancurkan itu, Shuster dan Siegel akhirnya sepakat menjual komik serta segala hak ciptanya kepada Detective Comics hanya senilai US$130.

Perhatikan baik-baik, hanya seharga US$130 ! Tapi, itulah kesalahan terbesar Siegel dan Shuster akibat terlalu mendengarkan killer statement yang diterimanya. Karena, beberapa saat setelah komiknya dibeli, karakter komiknya ternyata menjadi pujaan. Anda pasti bisa menebak. Itulah tokoh Superman, manusia Krypton dengan kemampuan terbang, penglihatan super serta kekuatan fisik yang luar biasa.

Komik Superman menjadi begitu laris, hingga difilmkan, karakternya menjadi tokoh idola anak-anak. Sementara Shuster dan Siegel, penciptanya yang pertama, hanya bisa gigit jari. Tokoh Superman menjadi populer dan meraup keuntungan miliaran dolar AS. Tapi tokoh penciptanya hanya mendapat US$130, bahkan hidup dalam utang dan kemiskinan.

Untungnya, pada 1975 setelah mendapatkan tekanan bertubi-tubi dari publik yang menganggap Detective Comics tidak berperikemanusiaan dengan membiarkan pencipta Superman hidup dalam miskin, akhirnya Detective Comics sepakat memberikan jaminan finansial.

Tetapi, kalau kita melihat kembali, itulah harga dari sebuah killer statement yang telah menghancurkan karir dan kehidupan dua orang bocah bernama Shuster dan Siegel.

Pembaca, kisah ini kiranya membuat kita sadar akan bahaya dari killer statement dalam hubungan interpersonal kita. Memang, kadang killer statement ini diucapkan tidak dengan intensi yang negatif, tapi dampaknya, sungguh merusak! Namun, bisa juga killer statement ini diucapkan dengan maksud khusus untuk menjatuhkan mental orang yang mendengarnya.

Tips penting

Untuk itu, ada beberapa tip penting bagi kita. Pertama, hati-hati dengan killer statement yang mungkin kita ucapkan baik kepada anak kita, pasangan hidup kita, rekan kerja maupun bawahan kita. Killer statement ini menunjukkan bahwa kalimat yang diucapkan tanpa pertimbangan, bisa membunuh potensi, kemampuan maupun karakter baik seseorang.

Karena itu, kalaupun Anda sedang stress, sedang tidak dalam kondisi mood untuk bicara, merasa tidak puas dengan hasilnya, ataupun merasa tidak suka dengan apa yang Anda saksikan, usahakan untuk menghindari menggunakan kalimat yang bernada menghancurkan atau mencela.

Kedua, kita sendiri sebagai orang yang akan dan biasa menerima killer statement dari orang-orang di sekitar kita, lebih baik kita siapkan anti virus bagi kita sendiri. Anti virus ini berisi kalimat lain yang positif kita ucapkan pada diri kita sendiri secara berulang ulang, meskipun orang lain sudah mengatakan killer statement itu kepada kita.

Menariknya, juga di salah satu acara kontes menyanyi, ada seorang penyanyi kodang yang sudah tua, tapi diundang menjadi tamu untuk juri. Saat itu ada seorang penyanyi yang mendapat penilaian buruk dan akhirnya tersingkir.

Saat sebelum mundur, si penyanyi tua ini memberikan nasihat, "Jangan pedulikan hasil penilaian ini buatmu. Yang penting adalah kuatkanlah dirimu terus. Sayapun tidak pernah menjuarai kontes menyanyi, toh dengan kegigihan, saya bisa menjadi seorang penyanyi. Teruslah berlatih dan buktikan dirimu bisa berhasil". Wow, mata saya berkaca-kaca mendengar motivasi dari sang artis dan bintang penyanyi tua ini.

Sungguh suatu kata-kata penguatan yang luar biasa. Andapun harus mengatakan hal yang sama kepada diri Anda, saat Anda diberikan kata-kata negatif ataupun killer statement. Ingatlah pembaca, jangan sampai potensi dan kemampuan Anda dirusak oleh kata-kata dari kalimat orang yang tidak bertanggung jawab. Merekalah yang sebenarnya punya masalah dengan diri mereka.

Jangan biarkan mereka merusak diri Anda.

Jangan biarkan mereka mencuri mimpi Anda.

Sumber: Killer Statement oleh Anthony Dio Martin

Killer statement ini akan sangat berbahaya bila diterapkan dari orang dewasa (bisa dalam hal ini orang tua) kepada anak-anak terutama yang berumur -9 bulan sampai remaja. Kenapa -9 bulan ? karena sadar atau tidak, seorang ibu yang sedang mengandung anaknya (bahkan saat pembuahan baru saja terjadi), akan mempunyai pengaruh terhadap si janin yang sedang dikandungnya. Mungkin di antara kita pernah mendengar 'gugon tuhon' yang melarang orang tua untuk membunuh hewan apa pun saat si ibu sedang hamil. Kuwalat! katanya. Percaya atau tidak, kadang ada beberapa orang yang 'terpengaruh' saat2 pembunuhan itu, dan bisa mempengaruhi kondisi kejiwaannya, dan itu mengakibatkan pengaruh terhadap janin yang sedang dikandung oleh si ibu. Why ?, bagaimanapun juga, situasi kejiwaan seseorang akan mempengaruhi kondisi metabolismenya. Perubahan-perubahan yang terjadi saat otak bekerja merespon segala hal yang masuk (baik itu kejadian, emosi, saat bertengkar dengan pasangan atau suasana hati) akan membuat tubuh menghasilkan banyak zat kimia yang bisa Mempengaruhi kondisi si jabang bayi juga.

Demikian pula dengan killer statement. Meski si jabang bayi-pun masih berada didalam rahim, tapi karena killer statement itu juga mempengaruhi kondisi kejiwaan, dan akhirnya metabolisme tubuh, maka si jabang bayi pun akan merasakan juga. Demikian pula ketika si bayi sudah lahir. Ia memang hanya bisa mengungkapkan dengan sedikit cara, belum bisa bicara. Tapi, justru di saat seperti inilah killer statement merupakan alat ampuh yang benar-benar akan membunuh karakter dan kepribadian si anak. Killer statement (KS) itu akan mengendap dalam bawah sadar anak-anak, dan itu akan menjadi semacam 'meterai' yang sulit sekali dihilangkan.

Jadi buat teman-teman yang punya (atau akan punya) anak, guru, pengajar, dan semua peran yang berhubungan dengan anak/ remaja. Tolong untuk berhati-hati dengan KS ini, karena pembunuhan karakter adalah kekejaman yang tidak terperi. Masa anak-anak hingga remaja adalah masa pembentukan karakter yang akan berperan penting dalam membentuk jati dirinya.

Test Your Brain !

04 Mei 2009

This is really amazing. Read the information and good luck, you will need it. This will drive people crazy for hours.


Free Image Hosting

If you see this lady turning in clockwise you are using your right brain.

Bila kamu melihat cewe itu berputar searah jarum jam, kamu sedang menggunakan otak kanan

If you see it the other way, you are using left brain.

Bila kamu melihatnya berputar sebaliknya, kamu sedang menggunakan otak kiri

Some people do see both ways, but most people see it only one way.

Beberapa orang melihatnya berputar di kedua arah, tapi kebanyakan melihat hanya searah


Kuncinya : Lihatlah bagian kaki dan relaks sambil lihat bagian lantainya, pasti arah berputarnya akan berubah ke arah sebaliknya !!!


See if you can make her go one way and then the other by shifting

the brain's current. BOTH DIRECTIONS CAN BE SEEN


Experimentation has shown that the two different sides, or hemispheres of the brain are responsible for different manners of thinking. The following table illustrates the differences between left-brain and right-brain thinking:


Left Brain Right Brain

  • Logical Random
  • Sequential Intuitive
  • Rational Holistic
  • Analytical Synthesizing
  • Objective Subjective
  • Looks at Looks at parts wholes


Most individuals have a distinct preference for one of these styles of thinking. Some, however, are more whole-brained and equally adept at both modes. In general, schools tend to favor left-brain modes of thinking, while downplaying the right-brain activities.


Left-brain scholastic subjects focus on logical thinking, analysis, and accuracy.

Right-brained subjects, on the other hand, focus on aesthetics, feeling, and creativity.


If you look away, she may switch from one direction to the other.

I found that if I just look at her feet or relax and look at the floor where the reflection shows, she will switch direction!

Sent from William's Computer

__._,_.___

"Count your life by smiles not tears,count your age by friends not years"



Pertanyaan :





Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet