Karir Beracun

10 September 2009

Apakah anda ikan yang aman untuk dikonsumsi, jika ia lama hidup dalam air yang beracun?

Tanpa kita sadari, tidak sedikit di antara kita sedang bekerja keras dalam sebuah karir yang tidak akan menyejahterakan, membahagiakan, atau mencemerlangkan. Tetapi mereka tidak berdaya untuk melakukan perubahan, dan hampir pasrah untuk menua tanpa menjadi lebih mampu.

Banyak orang yang ketika bangun tidur, ingin segera tidur kembali waktu berangkat sudah rindu untuk pulang. Waktu bekerja kesigapannya untuk istirahat, waktu pulang untuk melupakan pekerjaannya.

Berapa banyak orang marah atas rendahnya penghormatan, marah tentang rendahnya pangkat dan gaji. Tetapi berapa banyak orang yang sedang menyesuaikan dengan keadaan yang tidak baik itu?.

Dari pribadi yang diperlakukan kurang kalau kita tidak berhati-hati, akan menjadi pantas untuk mendapatkan perlakuan itu. Mengeluh, menghindari pekerjaan,menyerahkan tanggung jawab pada orang lain, hitung-hitungan dalam pekerjaan sehingga akhirnya dia terkena racun dari karir-nya.

Pastikan kita tidak pantas dari keadaan-keadaan itu, dan tahu cara-cara keluar dari keadaan tersebut.

Jalan keluar terbaik dari keadaan sulit adalah peningkatan standar, kalau standard anda tinggi, anda akan semakin kuat menolak sesuatu yang tidak pantas bagi anda.

Orang yang menuntut yang terbaik, akan mendapatkan yang terbaik. Orang yang tidak menuntut apapun, akan dapat apa adanya.

Jadi cara terbaik untuk keluar dari keadaan sulit, bukan menurunkan standard tetapi menaikan standard kita. Sehingga semakin tidak pantas kita, semakin marah dengan keadaan itu, maka semakin bersungguh-sungguh untuk keluar dari keadaan itu.

Kalau kita bekerja di suatu tempat, jangan pernah anda melhat bahwa keseluruhan pengenalan dan imbalan dari pekerjaan anda hanya datang dari tempat ini. Karena perusahaan tempat anda bekerja adalah sementara, atasan anda sementara, produk yang anda jual sementara, lalu kenapa anda mem-permanenkan diri di tempat yang sebetulnya sementara?.

Jadi dimanapun anda, jadilah pribadi yang diperlakukan baik, dibayar baik, dihormati baik dimanapun anda berada.

Jangan jadikan tempat, menjadi pembatas peningkatan kualitas diri anda. Jangan jadikan atasan yang tidak baik sebagai penghambat upaya anda jadi orang hebat. Jadilah orang hebat,karena anda ingin dikenali seumur hidup anda yang bukan hanya disitu.

Tugas anda kepada atasan anda adalah MENGABDI,tidak peduli atasan anda tidak lebih baik bagi anda, tugas anda adalah mengabdi dan menjadikannya lebih baik dari orang lain.

Mengabdilah, jadikan atasan anda itu baik, sehingga dia tidak hanya menjadi pemimpin yang baik bagi kita, tetapi juga bagi orang lain. Dan perilaku membesarkan pemimpin seperti itu, menjadikan kita diperhatikan oleh pemimpin-pemimpin besar yang membutuhkan penasehat.

Tidak ada durian jatuh di tempat yang tidak ada pohon durian. Sebagian orang dalam berkarir berharap ada durian jatuh, padahal didalam karir-nya tidak ada durian.

Tidak ada teknik, pengelolaan atau kecerdasan mental yang membantu orang di karir yang salah. Sehingga satu-satunya jalan keluar adalah ketegasan, untuk mengalihkan kompetensi pribadinya dan kompetensi profesionalnya ke tempat yang mereka bisa dihargai.

Dalam edisi Golden Ways kali ini ada sesi yang disebut Machine Gun yaitu audiens memberikan sejumlah pertanyaan secara cepat dan beruntun, dan Pak Mario menjawab-nya secara cepat dan padat, berikut petikannya:

T: Tidak setuju dengan karir beracun, karena semakin lama dia akan semakin tahan dengan racun-nya.
MT:
Ada orang yang bertahan di tempat yang beracun karena dia merasa bisa menyerap dan menyesuaikan diri, pada saat sudah sesuai, dia tampil seperti yang sudah keracunan.

T: Kurang sepakat dengan karir beracun, karena kalau kita orang yang super, tidak perlu keluar, tapi dunia yang akan membawa kita keluar dari tempat itu.
MT:
Masalahnya dalam abad marketing orang yang tidak tampil, tidak akan dikenal. Anda bersaing dengan orang2 yang agresif tampil, lalu mengapa ada orang2 super yang menenggelamkan dirinya di tempat yang tida menghargai dirinya?

T: Saya tidak yakin bisa sukses bila saya tidak mengikuti alur dari perjalanan itu.
MT:
Kalau ada orang tidak meyakini satu jalur cara karena dia sudah mempunyai jalur sendiri, pertanyaannya sudah jadi apa dia sekarang?. Kalau dia belum jadi apa2, dia tidak boleh sombong dengan cara-caranya, dan mulai sekarang ikhlaskan diri anda dengan muali mencari cara2 baru.


T: Tidak setuju degan karir beracun, karena dalam segmen lain, pak mario mengajarkan untuk serius dalam bekerja.
MT:
Serius untuk bekerja, termasuk tidak menempa timah untuk dijadikan pedang. Sebagian akrir adalah bahan yang tidak bisa dibangun untuk menjadikan kita menjadi profesional yang hebat. Pilih tempat berkembang yang baik, karena seperti tanaman yang baik akan butuh POT yang membesarkannya.

T: Bagaimana kalau racunnya lebih banyak dari kemampuan yang kita punya.
MT:
Good, lalu siapa yang menyuruh anda bermain berlama-lama didalam racun?, sudah jelas2 tempat itu tidak baik, anda punya hak untuk meinggalkan tempat itu. Tolong anda ingat, semakin anda lama di tempat seperti itu semakin anda menajadi pantas diperlakukan tidak baik.

T: Pak Mario pernah mengatakan, kita hanya ikan kecil yang berada di kolam besar, jika begitu saya tidak setuju dengan pernayataan itu.
MT:
Betul, karena sekarang kita masih kecil, kalau sudah besar kita akan sadar semua ikan besar belajar dari tempat-tempat yang besar, dikelola ikan-ikan yang besar, lalu dia tumbuh dan membesarkan kolam kecilnya sendiri. Ikan kecil yang belajar di kolam besar, dia tahu prilaku ikan-ikan besar, dan dia tidak perlu menjadi besar dulu sebelum dia berdampak seperti ikan besar.

T: Dengan karir beracun dapat menghidupi keluarga saya, bagaimana pendapat Bapak?
MT:
Bila anda bisa menghidupi keluarga anda dengan karir yang tidak baik, bayangkan jika anda berkerja di tempat yang lebih baik.

T: Menurut saya, karir beracun tidak semuanya jelek, karena akan mendidik kita jadi pejuang yang tangguh.
MT:
Betul sekali, lalu setelah itu apa yang anda lakukan?, jika anda sudah menjadi pejuang yang tangguh di tempat yang tidak baik, anda bisa membesarkan tempat lain, kemudian menjadikan pengalaman yang anda miliki menjadi pemulia tempat-tempat yang lain.

T: Kapan kita menentukan karir kita beracun, padahal orang lain melihat kita sudah pada posisi yang tepat?
MT:
Kalau orang lain hidup dalam kehidupan anda, silahkan dia memutuskan suatu putusan atas nama anda. Berapa banyak orang menggantungkan kehidupannya kepada pendapat orang lain seperti dukun, itu bukan karirnya yang beracun, tetapi kehidupannya yang beracun.

T: Ketika cepat menyerah dan berhenti, kapan kita belajarnya?
MT:
Itu dia, makanya jangan cepat menyerah

T: Bukankah suatu racun itu bisa dijadikan pengalaman di tempat yang lain?
MT:
Apapun yang dikatakan orang, racun bisa menjadi obat, itu hanya pada orang-orang tertentu. Racun itu disebut racun karena merusak. Jangan berlama-lama pada tempat yang tidak memuliakan anda, lalu jangan menghalalkan semua alasan untuk menjadikan bahwa, bukan salah anda untuk berada di tempat yang tidak baik.

T: Comfort zone bisa menjadi racun dalam karir kita, tetapi kenyamanan adalah hal yang banyak dicari dalam hidup, ini menjadi kontradiksi, menurut Bapak bagaimana?
MT:
Kontradiksi menurut pendapat banyak orang, ‘Comport zone is a very uncomfortable zone’. Orangnya yang merasa nyaman ditempat yang tidak nyaman. Jadi seharusnya kita bukan meninggalkan ‘comofort zone’ tetapi meninggalkan ‘uncomfortable zone’ atau menjadikan diri tidak damai ditempat yang tidak baik. Telah berapa lama anda mendamaikan diri ditempat yang tidak baik?, itu yang menjadikan anda damai ditempat yang tidak mendamaikan.

Berhemat itu baik jika anda tidak berencana membesarkan pendapatan. Kemampuan kita berhemat, membuat kita tidak berfokus pada membesarkan pendapatan. Tetapi ahli mengelola pendapatan terbatas. Ini sesuatu yang lazim dilakukan orang, tetapi bisa mengkerdilkan kehidupan.

Disini tidak diajarkan anda untuk tidak boleh berhemat, tetapi jangan gunakan tenaga anda hanya untuk berhemat. Tenaga anda yang digunakan untuk berhemat, bisa digunakan untuk membesarkan pendapatan, karena semua orang yang pendapatannya baik tidak perlu berhemat.

Tidak pernah ada waktu yang tepat untuk keluar dari suatu pekerjaan, kita selalu tersiksa oleh perasaan bersalah untuk meninggalkan tanggung jawab. Tetapi sekali anda melompat anda akan merasa bahagia walaupun itu terlambat, karena masalah-masalah yang anda hadapi sekarang menjadi masalah yang membesarkan anda, bukan yang hanya memperbaiki hubungan didalam.

Hampir setiap orang yang tengah berada di karir beracun adalah orang-orang yang sedang menikmati kelemahannya. Setiap orang mempunyai kelemahan, tetapi kalau kita mengerti betul definisi kelemahan, kita akan belajar mensyukuri kelemahan dan segera keluar dari karir yang beracun.

Kelemahan adalah kekuatan yang belum ditemukan kegunaannya. Setelah kegunaannya ditemukan, maka kelemahan akan menjadi kekuatan. Kalau begitu jangan menyalahkan kelemahan-kelemahan kita. Menyalahkan kekurangan tidak mengurangi sifat dari kekurangan itu, malah justru akan memperjelas.

Janganlah berdo’a untuk pekerjaan yang sesuai dengan kekuatan, karena kita akan diberikan pekerjaan kecil. Jadi berdo’alah untuk kekuatan yang sesuai dengan rencana-rencana kita. Setelah kita memohon kekuatan untuk rencana-rencana besar kita, baru minta dimudahkan itu menjadi masuk akal. Karena kita dimudahkan pada kelas-kelas yang lebih kuat.

Seorang yang hebat justru membutuhkan batasan. Orang-orang hebat harus jelas sekali batasya dimana, supaya dia bebas sekali didalam batasan-batasan itu. Kalau orang tidak mau diberikan batasan, tetapi kegiatannya kecil, untuk apa diberikan kebebasan.

Kalau kita suka mengeluh dalam pekerjaan, belajarlah dari cacing. Cacing apabila dipanaskan dalam suatu bidang dia akan menggeliat dan meinggalkan bidang itu, karena cacing tidak bisa mengeluh. Manusia tidak segera meninggalkan tempat yang tidak nyaman, karena masih bisa banyak mengeluh.

Jangan berlama-lama didalam suatu pekerjaan, karena seharusnya kita naik kelas. Masalahnya kita tidak bisa naik kelas, selama kita tetap bertahan menikmati penyiksaan dari kelemahan.

Jadi yang dibutuhkan adalah ketegasan untuk tidak belama-lama dalam kelemahan sebagai sarana dalam menghidupi diri dan keluarga. Carilah kekuatan anda yang terbaik, perhatikan kapan orang memuji anda, kapan orang takjub pada anda. Itu seharusnya menjadi bidang-bidang dimana anda berkarir.

Banyak orang mendahulukan perasaan tidak enak dan berusaha hidup dalam ketidak enakan selama bertahun-tahun. Tidak enak itu menjadi semakin tidak enak, kalau karena tidak enak, anda memelihara dan membesarkan yang tidak mengenakan.

Kalau kemauan anda besar, pantaskanlah yang anda lakukan. Karena kehidupan ini dinilai dari apa yang kita lakukan. Kalau yang kita inginkan yang besar maka lakukan yang besar.

Sebagian orang yang menginginkan kesempatan belum menjadi hebat dikesempatan sekarang. Buktikan bahwa kita pantas dikesempatan yang besar, dengan menghebatkan diri dikesempatan apapun anda sekarang.

Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain. Sehingga tujuan perubahan diri bukan untuk kebaikan diri saja, tetapi kalau anda mau melakukan sesuatu, lakukanlah sesuatu yang menjadikan anda baik bagi orang lain.

Berfokuslah pada kegiatan yang menjadikan anda bernilai bagi orang lain. Lalu perhatikan apa yang terjadi.

Demikian resume dari acara Mario Teguh Golden Ways dengan Topik “Karir Beracun”. Suatu kebanggan bagi kami, jika ada sahabat yang sedikit meluangkan waktu untuk share tentang bahasan yang penuh inspirasi ini, dalam ruangan sederhana ini.

Terimakasih Pak Mario, atas ilmu-ilmu terbaik yang Bapak sampaikan kepada kami, mudah-mudahan Allah semakin meluaskan dan memberkati ilmu yang Bapak miliki.

Sumber : Mario Teguh

Bisnis itu Permainan, Bukan Ilmu Pengetahuan

08 September 2009

Selama kita merasa belum familiar dan takut memulai bisnis, biasanya yang timbul di pikiran kita adalah: "belajar!". Pilihannya mungkin dengan jalan mengambil program S2 dan jadi seorang MBA, atau ikut sebanyak-banyaknya seminar dan pelatihan, atau bisa juga dengan berguru dan mengabdi pada seorang begawan bisnis.

Kira-kira, sudah selaraskah alur pemikiran yang sedemikian dengan apa yang terjadi pada kenyataannya? Mari kita telaah.

Kebanyakan dari kita berbisnis karena ingin sukses, lalu menjadi kaya raya. Kita membayangkan, betapa enak dan hebatnya bila kita dapat sesukses dan sekaya Bill Gates atau Donald Trump. Menurut pandangan masyarakat pada umumnya, mereka itulah orang-orang sukses yang sebenar-benarnya. Merekalah sosok-sosok pebisnis yang prestasinya membuat banyak orang terobsesi.

Maka tidak heran jika para pakar pun berusaha menyadap dan mempelajari segala hal yang ada pada orang-orang sukses itu, dengan harapan dapat mentransfer nilai-nilai kesuksesannya kepada orang-orang lain yang juga ingin menjadi figur sukses. Mereka berpendapat bahwa: "Leaders are made, not born".

Selanjutnya, segala sepak terjang yang dilakukan oleh para pebisnis tersebut, dikumpulkan, dipilah-pilah, lalu dianalisis. Dari analisis itu dibuat teori-teori. Hasilnya, muncullah berbagai teori kesuksesan yang terkemas dalam materi-materi "ilmu bisnis", wacana profesionalisme, ilmu kepemimpinan (leadership), dan lain sebagainya.

Orang-orang awam memang ingin sekali menemukan cara-cara yang bisa membantu mereka untuk secara cepat mencapai kesuksesan. Semacam rel kereta yang tinggal diikuti saja akan mengantar orang tiba di gerbang kejayaan.

Namun demikian, apa benar kalau kita ingin menjadi figur sukses -- lebih spesifiknya pebisnis sukses -- harus menempuh perjalanan yang sarat dengan teori-teori kesuksesan seperti itu?

Dari berbagai catatan yang ada, tampaknya tidak demikian. Banyak sepak-terjang yang dilakukan oleh para pemimpin bisnis dunia tidak mencerminkan bahwa kesuksesan mereka disebabkan pembelajaran yang sungguh-sungguh dalam ilmu bisnis, profesionalisme dan teori kepemimpinan. Tidak juga pengetahuan ekonomi, teori-teori tentang kebebasan finansial, ilmu marketing dan lain sebagainya. Pun, tidak karena mereka rajin mengikuti seminar kesuksesan atau lokakarya tentang strategi bisnis.

Di lain pihak, banyak pemimpin bisnis ternyata merupakan orang-orang yang justru tidak suka belajar, malas sekolah, dan hanya ingin bermain-main saja. Boro-boro ikut seminar atau lokakarya. Lho kok bisa?

Ada beberapa contoh kasus. Yang pertama, Thomas Alva Edison. Nama ini sudah kita tahu sejak di bangku SD bukan? Namun, tentunya kita kenal Edison lebih sebagai tokoh ilmu pengetahuan, karena sekolah memfokuskan ajaran hanya pada penemuan atas lampu pijar dan berbagai temuan teknis lain yang dilakukannya.

Maka jarang kita memperhatikan bahwa sesungguhnya Thomas Alva Edison adalah juga seorang pengusaha besar yang sukses. Ia adalah pemilik dan pendiri berbagai perusahaan dengan nama-nama seperti Lansden Co. (mobil/otomotif), Battery Supplies Co. (baterai), Edison Manufacturing Co. (baterai dsb), Edison Portland Cement Co. (semen dan beton), North Jersey Paint Co. (cat), Edison General Electric Co. (alat listrik dll), dan banyak lainnya. Salah satu yang masih berjaya sampai sekarang adalah General Electric.

Apakah untuk mencapai itu semua Edison harus bersusah-payah mengikuti berbagai sekolah dan pendidikan tinggi? Atau mengikuti seminar kelas dunia yang diselenggarakan oleh para pakar kesuksesan, pakar bisnis atau pakar financial freedom? Ternyata tidak. Figur Edison adalah figur pemalas yang hanya tahan 3 minggu bersekolah. Ia lebih suka bermain-main dengan perkakas, dengan kawat dan dengan listrik. Itu kesenangannya dan dengan itu ia sukses.


Contoh lain adalah Kenji Eno. Ia juga tidak suka sekolah. Ia cuma suka bermain-main dengan permainan, istimewanya dengan video games. Kelas 2 SMA berhenti sekolah terus nganggur. Lalu dapat kerja di perusahaan perangkat lunak, sampai akhirnya ia berhasil mendirikan perusahaan perangkat lunaknya sendiri yang dinamakan WARP. Dalam tempo beberapa tahun saja Kenji Eno mampu membawa perusahaannya menjadi perusahaan video games terhebat di dunia yang diakui oleh tokoh-tokoh industri.

Fenomena-fenomena yang dibuat oleh orang-orang semacam Edison dan Kenji Eno ini memberi kesan kepada kita semua bahwa bisnis itu sebenarnya lebih dekat kepada sebuah permainan, dan terlalu jauh untuk diperlakukan sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Gede Prama yang dikenal sebagai pakar manajemen (bahkan dijuluki Stephen Covey Indonesia), mengomentari fenomena Kenji Eno sebagai kesuksesan dari kebebasan berfikir yang mampu melompat, karena belum terkena polusi-polusi yang dibuat sekolah.

Menurut saya, adalah keliru mempelajari fenomena pemimpin, untuk menciptakan pemimpin. Demikian juga, keliru mempelajari fenomena pebisnis sukses, untuk mencetak pebisnis sukses. Sebab, fenomena pemimpin (atau pebisnis) adalah fenomena manusia, yang tidak sama dengan fenomena alam. Kalau Isaac Newton mempelajari peristiwa jatuhnya buah apel ke tanah (fenomena alam) dan kemudian menemukan hukum gavitasi, maka itu oke-oke saja. Karena fenomena alam tidak berubah, hukum gravitasi pun akan tetap abadi.


Akan tetapi, mempelajari fenomena manusia pasti akan menimbulkan frustrasi. Sebab, manusia merupakan mesin perubahan, sehingga tidak akan ada fenomena manusia yang tinggal tetap abadi sepanjang masa, berlawanan dengan yang kita lihat pada peristiwa jatuhnya buah apel.
Pemimpin, dalam bidang apa pun termasuk bisnis, adalah sosok manusia yang bebas, yang bertindak semaunya tanpa memperhatikan teori mau pun kaidah, sehingga nyaris percuma kalau kita ingin mempelajari dan mengikuti jejak sepak terjangnya.

Coba lihat, pada saat terjadinya resesi ekonomi dunia tahun 1929, semua orang berdasarkan teori-teori yang ada, berusaha untuk berlaku sehemat mungkin. Tapi sebaliknya, Matsushita si raja elektrik dari Jepang malah royal mengeluarkan uang. Seakan uang itu tidak lebih dari mainan saja layaknya. Meski pun bukan tanpa alasan dia berlaku demikian.

Lihat juga Kim Woo Chong, pendiri imperium Daewoo. Ketika semua pengusaha (juga dengan teori-teori yang ada) berkonsentrasi memasuki pasar negara-negara kaya semacam Amerika dan Eropa, ia malah dengan santainya masuk ke pasar-pasar "keras" seperti Iran, Sudan dan Rusia serta negara-negara blok timur.

"Kesia-siaan" mempelajari dan berusaha mengikuti sepak terjang para pemimpin bisnis bisa dirasakan secara langsung di lapangan. Saat pertama kali Harvard Business Review mempublikasikan konsep pemasaran yang beken dengan "Marketing Mix" 4P (product, price, place dan promotion), nyaris semua pengusaha serta pakar bisnis menganut konsep ini secara fanatik. Begitu juga dengan perguruan-perguruan tinggi dan sekolah manajemen.

Tapi, tidak terlalu lama, sebagai akibat "ulah" para pemimpin bisnis yang gemar bermain-main, perubahan tren perekonomian dan industri memaksa para pakar dan pembelajar merubah lagi konsepnya dengan 6P, 8P bahkan yang terakhir disebutkan sebagai 12P.

Terus bagaimana? Kalau kita harus bersiaga setiap saat untuk belajar dan tidak ketinggalan zaman dengan ilmu marketing, kapan kita berbisnis?

Saya rasa kita semua banyak yang terjebak dan hanyut dalam "arus ilmu pengetahuan" yang dibuat oleh mereka yang "pakar ilmu pengetahuan", sehingga kita tidak sempat lagi berinovasi yang justru merupakan kunci sukses bisnis. Kita malah terus menerus "dipaksa" mengejar ketinggalan ilmu pengetahuan tanpa tahu di mana ujung pangkalnya.

Pertanyaannya: "Sebenarnya kita mau jadi pebisnis atau mau jadi ilmuwan sih?"

Saya sendiri yakin bahwa bisnis dan kesuksesan itu adalah semacam permainan saja. Seperti apa yang dikatakan oleh William Cohen dalam tulisannya "The Art Of The Leader" : "Success is acquired by playing hard, not by working hard..".

Mengacu pada obsesi banyak orang tentang Bill Gates dan Donald Trump sebagaimana disebut di atas, perlu diketahui bahwa kedua orang tokoh ini pun mencapai sukses dari kesenangannya bermain-main.

Bill Gates sejak masih berusia 13 tahun sudah bermain-main dengan perangkat lunak komputer, dan dengan itu ia menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Donald Trump juga sejak kecil selalu bermain-main ke kantor ayahnya, Fred Trump. Dia suka sekali melihat-lihat maket gedung dan pencakar langit, sebelum tertarik dengan bidang bisnis sang ayah, yaitu properti. Dan jadilah Donald Trump seorang Raja Properti.

Terakhir yang ingin di sampaikan adalah, orang yang mempelajari ilmu kepemimpinan tidak akan menjadi pemimpin. Tapi, orang yang mencoba menjadi pemimpin, akan menjadi pemimpin. Demikian juga, orang yang mempelajari ilmu bisnis, tidak akan menjadi pebisnis. Tapi, orang yang mencoba menjadi pebisnis, akan menjadi pebisnis.

FB, BB, dan Digital Colonization

02 September 2009


Tahukah Anda? Peradaban Barat (dan juga sejumlah negara maju di belahan bumi lainnya) bisa maju disebabkan masyarakatnya secara lengkap telah mengalami berbagai tahapan kebudayaan secara linear dan utuh. Dari kebudayaan lisan, kebudayaan tulisan, kebudayaan baca, kebudayaan audio-visual (teve), dan sekarang kebudayaan cyber. Hal ini tidak dialami oleh bangsa Indonesia. Bangsa ini hanya mengalami kebudayaan lisan, lalu melompat ke kebudayaan audio-visual, dan sekarang termehek-mehek dengan kebudayaan cyber. Kebudayaan tulisan dan baca terlewat, dan sedihnya, terlupakan.
Bisa jadi, sebab itu ada perbedaan besar antara kebiasaan masyarakat Barat (dan masyarakat negara maju lainnya) dengan kebiasaan masyarakat Indonesia, salah satunya yang paling mudah dilihat adalah saat mengisi waktu luang, apakah itu sedang antre di bank, menunggu panggilan di loket rumah sakit, tengah menunggu kendaraan atau seseorang, sedang duduk di lobi hotel, atau sedang duduk di dalam kendaraan umum.
Di Barat dan di negara-negara maju, orang biasa mengisi waktu kosong atau waktu luangnya dengan membaca, apakah itu suratkabar, majalah, novel, atau buku non-fiksi. Jika bepergian kemana pun, mereka terbiasa selalu menyelipkan buku di dalam tas atau menentengnya di tangan. Sebab itu, bukan pemandangan aneh jika di dalam subway, di taman-taman, di halte bus, di depan loket berbagai instansi, di pinggir jalan, maupun di pantai, mereka selalu asyik mengisinya dengan kegiatan membaca.
Bagaimana dengan orang Indonesia? Silakan pergi ke tempat-tempat yang telah disebutkan di atas. Anda akan menemukan banyak sekali saudara-saudara sebangsa kita tengah asyik memainkan gadget mereka, bukan membaca. Sebab itu, Indonesia sejak lama menjadi pangsa pasar yang sangat menggiurkan bagi para produsen ponsel dunia. Bahkan konon, negeri ini telah menjadi semacam wilayah test pasar bagi produk-produk ponsel dunia teranyar. Dan setahun belakangan ini, ponsel dengan fasilitas chatting atau pun yang membenamkan kemampuan untuk bisa ber-fesbukan- ria laku keras. Blackberry-pun naik daun. Dan jangan heran jika di negara terkorup dunia dan nyaris masuk dalam kategori "Negara Gagal" ini ternyata bisa menjadi empat besar dunia dalam rating angka penjualan Blackberry. Blacberry dan Fesbuk telah menjadi trend masyarakat kita sekarang.


Digital Colonization
Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Demikianlah salah satu akibat dari trend digital sekarang ini. Fungsi asli dari FB dan situs jejaring sosial lainnya seperti halnya Friendster, Twitter, dan sebagainya adalah untuk membuat jaringan teman di dunia maya. Hal ini sangat bermanfaat bagi para marketer atau orang-orang yang memang diharuskan bergiat untuk berhubungan dengan banyak orang. Hanya saja, di Indonesia dan mungkin di negara lain, situs jejaring sosial ini malah menjadi trend yang sedikit banyak menggusur produktifitas nyata. Sekarang, lebih banyak orang menyukai melakukan kegiatan FB ketimbang membaca buku, kontemplasi, dan sebagainya. Padahal bagi kebanyakan orang, berfesbukan- ria tidak ada bedanya dengan ngerumpi dengan sesama teman di sekolah, pasar, atau pun kantor. Disibukkan dengan persoalan remeh-temeh.Wasting Time. Dengan sendirinya, produktivitas manusia menjadi menurun.

Kehadiran gadget hebat (dan mahal) seperti BB dengan media FB disadari atau tidak sekarang ini pada akhirnya hanya menjadi semacam simbol status. Di negara yang peradaban pengetahuannya sudah maju, penanda status sosial, apakah dia hebat atau tidak adalah buku. Semakin banyak buku yang dia baca maka semakin hebatlah dia di mata teman-temannya. Kredibilitas orang ditentukan oleh banyak sedikitnya pengetahuan yang didapat dari buku.
Namun di negara yang nyaris gagal seperti Indonesia terjadi parodi yang menyedihkan, penanda status sosial orang kebanyakan dilihat dari seberapa banyak dan canggihnya gadget yang kita tenteng, walau mungkin dia harus kredit untuk bisa memiliki itu. Ini sebenarnya merupakan pars pro toto, dari kecenderungan sebagian besar masyarakat kita yang memandang status orang, kredibilitas orang, status sosial orang lain, dengan sedikit banyaknya harta benda yang dimilikinya, tanpa perduli apakah dia bisa hidup kaya raya dengan merampok uang rakyat, menggelapkan uang umat, korupsi, dan sebagainya.
Hal ini menimbulkan efek domino, kian hari kian banyak orang yang ingin kaya raya dengan jalan pintas. Salah satunya dengan menjadi anggota legislatif misalnya, padahal dia sama sekali tidak mempunyai prestasi apa pun di masyarakat. Ini sesungguhnya merupakan mental bangsa terjajah.
Bagi kebanyakan orang di sini, bagi bangsa yang belum tersentuh budaya membaca dan lebih suka dengan kebudayaan mengobrol dan menonton, maka kehadiran BB dan FB dan semacamnya, tanpa disadari telah banyak merampas waktu berharga dalam hidupnya. Banyak orang rela berjam-jam untuk ber-BB atau ber-FB-ria, dan melupakan membaca buku, padahal waktu merupakan Pedang Democles, yang tanpa ampun akan membabat siapa saja yang tidak mengunakannya dengan baik. Inilah apa yang sebenarnya disebut sebagai Digital Colonization, penjajahan digital.
Pemakaian BB dan juga FB tidaklah salah. Bagi pekerja yang banyak menghabiskan waktu di jalan dan harus selalu connect dengan rekan-rekan kerjanya, atau bosnya, atau seorang profesional yang harus selalu online, maka BB adalah hal yang amat penting. Demikian juga dengan FB, sangat vital bagi para marketer atau orang yang harus berhubungan dengan banyak orang lainnya, atau publik figur misalnya. Di tangan mereka, BB dan FB menjadi salah satu alat penunjang prestasi yang memang penting. Dan saya yakin, orang-orang seerti ini tidak akan terjerumus dalam kemubaziran pemakaian waktu karena mereka tahu kapan harus memulai dan kapan harus berhenti.

Apakah Anda sekarang telah memiliki akun di FB? Jika sudah maka manfaatkanlah dia dengan baik, tepat, dan bijak, bukan sekadar untuk wasting a time. Membaca buku atau membaca Qur'an, jauh lebih berguna untuk mengisi waktu ketimbang ngobrol. Dan jika Anda belum memiliki akun di FB, berpikirlah seribu kali, apakah Anda sudah siap untuk itu? Apakah hal itu merupakan KEBUTUHAN Anda, dan bukan sekadar KEINGINAN? Janganlah waktu yang sedikit ini dipergunakan dengan sia-sia, penuh kemubaziran. Karena Allah SWT telah memperingatkan umat-Nya jika kemubaziran itu adalah perilaku saudara-saudaranya setan.
Na'udzubillah min dzalik. (Rd) eramuslim.com.

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet