Gaji di Jakarta Seperlima Belas dari Zurich

28 Agustus 2009

Berapa jam seseorang harus bekerja untuk dapat membeli sebuah
iPod nano berkapasitas 8 giga?

Kajian mengenai harga dan pendapatan yang dilakukan oleh firma keuangan UBS
menyebutkan bahwa pekerja rata-rata di New York dan Zurich hanya butuh
bekerja sembilan jam untuk dapat memiliki iPod.

Sebaliknya, pekerja di Mumbai, India, harus bekerja jauh lebih panjang,
hingga mencapai 20 hari kerja, banting tulang, peras keringat agar dapat
membeli barang yang sama. Sebuah iPod setara dengan satu bulan gaji pekerja
di Mumbai.

Gambaran tersebut digunakan untuk memberikan ilustrasi seberapa besar daya
beli gaji yang diterima untuk membeli sekumpulan barang atau jasa yang
berkualitas sama di sejumlah tempat. Selain itu, dihitung pula berapa jam
kerja yang diperlukan seorang pekerja untuk dapat membeli barang tersebut.

Kajian mengenai harga dan gaji dari UBS tersebut mendapatkan bahwa pekerja
harus bekerja rata-rata 37 menit untuk menghasilkan uang untuk membeli
sebuah Big Mac, burger besar keluaran restoran cepat saji McDonald?s yang
terdapat di mana-mana.

Pekerja di Amerika Utara, Tokyo, dan Eropa Barat hanya perlu waktu bekerja
antara 12 dan 20 menit untuk sepotong Big Mac. Sebaliknya, di Nairobi,
seseorang harus bekerja 2,5 jam untuk sepotong Big Mac.

Selain itu, pekerja rata-rata harus bekerja selama 22 menit untuk dapat
membeli sekilo daging, 25 menit untuk sekilo roti.

Semakin panjang jam kerja yang diperlukan, menandai semakin rendah daya
beli dari gaji mereka, seperti yang digambarkan oleh pekerja di Mumbai dan
Nairobi itu.

Data-data yang diambil dalam kajian UBS ini berasal dari 73 kota di seluruh
dunia antara bulan Maret dan April lalu. Kajian itu memberikan hubungan
biaya yang dikeluarkan serta gaji yang diterima para pegawai di 73 kota
tersebut.

Harga

Mengenai harga, kota Oslo (Norwegia), Zurich (Swiss), dan Kopenhagen
(Denmark) merupakan kota termahal. Banyak kota yang berubah posisi seiring
dengan perubahan nilai kurs di masa krisis ini. London yang menempati
urutan kedua kota termahal turun ke urutan 20 karena penurunan kurs
poundsterling.

Pada Maret-April ketika data dikumpulkan, poundsterling melemah hingga 1,4
per dollar AS. Belakangan ini, pound sudah menguat lagi menjadi 1,70 per
dollar AS. Perubahan kurs ini meningkatkan harga di London sekitar 21
persen dalam dollar AS sehingga dapat mengangkat London dari urutan ke-21
menjadi urutan ke-5 dalam peringkat harga global. Harga juga menurun di
Meksiko City, Moskwa, dan Seoul.

Zurich-Geneva tertinggi

Sedangkan perihal gaji, survei yang dilakukan terhadap 37 kota menunjukkan
bahwa pekerja di Kopenhagen, Zurich, Geneva dan New York memiliki gaji
kotor yang tertinggi. Zurich merupakan kota yang tidak tertandingi soal
gaji.

Dengan gaji yang luar biasa dan pajak yang ?cukup bersahabat? di sisi lain,
membuat Swiss sebagai negara yang sangat ramah terhadap pekerja. Tidak ada
kota lain yang memungkinkan pekerja membawa pulang gaji setinggi pekerja di
Zurich dan Geneva. Sebaliknya, pekerja rata-rata di New Delhi, Manila,
Jakarta, dan Mumbai hanya mendapatkan gaji sekitar seperlima belas dari
gaji per jam di Swiss setelah dipotong pajak.

Di Benua Amerika, gaji rata-rata memberikan gambaran yang berbeda. Secara
rata-rata, gaji kotor dan bersih tertinggi terdapat di Amerika Utara.
Namun, ada perbedaan besar di sana. Gaji di New York, Los Angeles, Miami,
dan Chicago jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di kota metropolitan
Kanada, yaitu Montreal dan Toronto.

Perbedaan lebih besar lagi terdapat di Eropa. Secara rata-rata, pekerja di
Eropa Barat menerima gaji lebih tinggi dari tiga kali lipat dibandingkan
dengan rekan-rekan mereka di Eropa Timur.

Gaji terendah terdapat di Sofia, Bulgaria, dan Bukares, Romania. Tingkat
gaji di kedua negara yang bergabung dengan Uni Eropa pada Januari 2007 itu
setara dengan level gaji di Kolombia dan Thailand. Hanya kota di Amerika
Selatan dan Afrika yang level gajinya berada di bawah Eropa Timur. Hal ini
menjelaskan arus pekerja yang keluar dari Eropa Timur untuk mencari gaji
yang lebih baik di Eropa Barat.

Berbicara mengenai jam kerja, rata-rata jam kerja global adalah 1.902 jam
per tahun. Akan tetapi, jam kerja lebih panjang di Asia dan Timur Tengah,
dengan rata-rata 2.119 jam per tahun. Jam paling panjang terdapat di Kairo,
2.373 jam per tahun dan Seoul 2.312 jam per tahun. Jam kerja terpendek
adalah Eropa. Rata-rata pekerja di sana bekerja 1.745 jam per tahun di
Eropa Barat dan 1.830 di Eropa Timur.

Jadi, pekerja di Swiss mendapatkan gaji paling tinggi dan pajak rendah
serta jam kerja lebih pendek. (joe)

Sumber : Kompas.com

Dermawan Rahasia

03 Agustus 2009


Oleh: Woody McKay Jr,

Sebagai seorang supir selama beberapa tahun di sekitar awal tahun 1910-an, ayahku menyaksikan majikannya yang kaya raya secara diam-diam memberikan uang kepada banyak orang, dan sadar bahwa mereka tidak akan pernah mampu mengembalikan uang itu.

Ada satu cerita yang menonjol dalam kenanganku di antara banyak cerita yang disampaikan ayahku kepadaku. Pada suatu hari, ayahku mengantar majikannya ke sebuah kota lain untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis. Sebelum masuk ke kota itu, mereka berhenti untuk makan sandwich sebagai ganti santap siang.


Ketika mereka sedang makan, beberapa orang anak lewat, masing-masing menggelindingkan sebuah roda yang terbuat dari kaleng. Salah seorang di antara anak-anak itu pincang. Setelah memperhatikan lebih dekat, majikan ayahku tahu bahwa anak itu menderita club foot. Ia keluar dari mobil dan menghentikan anak itu.

"Apakah kakimu membuatmu susah?" tanya orang itu kepada si anak.

"Ya, lariku memang terhambat karenanya," sahut anak itu.

"Dan aku harus memotong sepatuku supaya agak enak dipakai. Tapi aku sudah ketinggalan. Buat apa tanya-tanya? "

"Mm, aku mungkin ingin membantu membetulkan kakimu. Apakah kamu mau?"

"Tentu saja," jawab anak itu. Anak itu senang tetapi agak bingung menjawab pertanyaan itu.

Pengusaha sukses itu mencatat nama si anak lalu kembali ke mobil. Sementara itu, anak itu kembali menggelindingkan rodanya menyusul teman-temannya.

Setelah majikan ayahku kembali ke mobil, ia berkata, "Woody, anak yang pincang itu... namanya Jimmy. Umurnya delapan tahun. Cari tahu di mana ia tinggal lalu catat nama dan alamat orang tuanya. " Ia menyerahkan kepada ayahku secarik kertas bertuliskan nama anak tadi.

"Datangi orang tua anak itu siang ini juga dan lakukan yang terbaik untuk mendapatkan izin dari orang tuanya agar aku dapat mengusahakan operasinya. Urusan administrasinya biar besok saja. Katakan, aku yang menanggung seluruh biayanya."

Mereka meneruskan makan sandwich, kemudian ayahku mengantar majikannya ke pertemuan bisnis.

Tidak sulit menemukan alamat rumah Jimmy dari sebuah toko obat di dekat situ. Kebanyakan orang kenal dengan anak pincang itu.

Rumah kecil tempat Jimmy dan keluarganya tinggal sudah harus di cat ulang dan diperbaiki di sana sini. Ketika memandang ke sekeliling, ayahku melihat baju compang-camping dan bertambal-tambal dijemur di seutas tali di samping rumah. Sebuah ban bekas digantungkan pada seutas tambang pula pada sebuah pohon oak, tampaknya untuk ayunan.

Seorang wanita usia tiga puluh limaan menjawab ketukan pintu dan membuka pintu yang engselnya sudah berkarat. Ia tampak kelelahan, dan tampangnya menunjukkan bahwa hidupnya terlalu keras.

"Selamat siang," ucap ayahku memberi salam. "Apakah Anda ibu Jimmy?"

Wanita itu agak mengerutkan dahinya sebelum menyahut.

"Ya. Apakah ia bermasalah?" Matanya menyapu ke arah seragam ayahku yang bagus dan disetrika rapi.

"Tidak, Bu. Saya mewakili seorang yang sangat kaya raya yang ingin mengusahakan kaki anak Anda dioperasi agar dapat bermain seperti teman-temannya. "
"Apa-apaan ini, Bung? Tak ada yang gratis dalam hidup ini."

"Ini bukan main-main. Apabila saya diperbolehkan menerangkannya kepada Anda dan suami Anda, jika ia ada saya kira semuanya akan jelas. Saya tahu ini mengejutkan. Saya tidak menyalahkan bila Anda merasa curiga."

Ia menatap ayahku sekali lagi, dan masih dengan ragu-ragu, ia mempersilahkannya masuk. "Henry," serunya ke arah dapur, "Ke mari dan bicaralah dengan orang ini. Katanya ia ingin menolong membetulkan kaki Jimmy."

Selama hampir satu jam, ayahku menguraikan rencananya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. "Apabila Anda mengizinkan Jimmy menjalani operasi," katanya, "Saya akan mengirimkan surat-suratnya untuk Anda tandatangani. Sekali lagi, kami yang akan menanggung seluruh biayanya."

Masih belum bebas dari rasa terkejut, orang tua Jimmy saling memandang di antara mereka. Tampaknya mereka masih belum yakin.

"Ini kartu nama saya. Saya akan menyertakan sebuah surat kalau nanti saya mengirimkan dokumen-dokumen perizinan. Semua yang telah kita bicarakan akan saya tuliskan dalam surat itu. Andai kata masih ada pertanyaan, telepon atau tulis surat ke alamat ini." Tampaknya sedikit banyak ini memberi mereka kepastian. Ayahku pergi. Tugasnya telah ia laksanakan.

Belakangan, majikan ayahku menghubungi walikota, meminta agar seseorang dikirim ke rumah Jimmy untuk meyakinkan keluarga itu bahwa tawaran tersebut tidak melanggar hukum. Tentu saja, nama sang dermawan tidak disebutkan.

Tidak lama kemudian, dengan surat-surat perizinan yang telah ditandatangani, ayahku membawa Jimmy ke sebuah rumah sakit mewah di negara bagian lain untuk yang pertama dari lima operasi pada kakinya.

Operasi-operasi itu sukses. Jimmy menjadi anak paling disukai oleh para perawat di bangsal ortopedi rumah sakit itu. Air mata dan peluk cium seperti tak ada habisnya ketika ia akhirnya harus meninggalkan rumah sakit itu. Mereka memberikannya sebuah kenang-kenangan, sebagai tanda syukur dan peduli mereka... sepasang sepatu baru, yang dibuat khusus untuk kaki "baru"nya.

Jimmy dan ayahku menjadi sangat akrab karena sekian kali mengantarnya pulang dan pergi ke rumah sakit. Pada kebersamaan mereka yang terakhir, mereka bernyanyi-nyanyi, dan berbincang tentang apa yang akan diperbuat oleh Jimmy dengan kaki yang sudah normal dan sama-sama terdiam ketika mereka sudah sampai ke rumah Jimmy.

Sebuah senyum membanjiri wajah Jimmy ketika mereka tiba di rumah dan ia melangkah turun dari mobil. Orangtua dan dua saudara laki-lakinya berdiri berjajar di beranda rumah yang sudah tua itu.
"Diam di sana, " seru Jimmy kepada mereka. Mereka memandang dengan takjub ketika Jimmy berjalan ke arah mereka. Kakinya sudah tidak pincang lagi.

Peluk, cium dan senyum seakan tak ada habisnya untuk menyambut anak yang kakinya telah "dibetulkan" itu. Orang tuanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum ketika memandangnya. Mereka masih tidak bisa percaya ada orang yang belum pernah mereka kenal mengeluarkan uang begitu banyak untuk membetulkan kaki seorang anak laki-laki yang juga tidak dikenalnya.

Dermawan yang kaya raya itu melepas kacamata dan mengusap air matanya ketika ia mendengar cerita tentang anak yang pulang ke rumah itu.
"Kerjakan satu hal lagi, " katanya, "Menjelang Natal, hubungi sebuah toko sepatu yang baik. Buat mereka mengirimkan undangan kepada setiap anggota keluarga Jimmy untuk datang ke toko mereka dan memilih sepatu yang mereka inginkan. Aku akan membayar semuanya. Dan beritahu mereka bahwa aku melakukan ini hanya sekali. Aku tidak ingin mereka menjadi tergantung kepadaku."

Jimmy menjadi seorang pengusaha sukses sampai ia meninggal beberapa tahun yang lalu.

Sepengetahuanku, Jimmy tidak pernah tahu siapa yang membiayai operasi kakinya.

Dermawannya, Mr, HENRY FORD, selalu mengatakan lebih menyenangkan berbuat sesuatu untuk orang yang tidak tahu siapa yang telah melakukannya.


"Ada kebahagiaan yang kita rasakan dari menolong orang lain"

(Paul Newman)

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet