Kisah Sinar, Bocah 6 Tahun dan Ibunya yang Lumpuh

09 Januari 2010

SubhanaLlah, Maha Suci Allah! Sangat mengharukan! Itulah sebagian besar ungkapan penonton saat melihat tayangan di SCTV tentang kisah anak usia 6 tahun mengurus ibunya yang lumpuh. Bahkan tidak sedikit yang menitikkan air mata saat menyaksikan Sinar, nama bocah belia itu menampakkan bakti, cinta dan kasih sayangnya pada sang bunda, mengabaikan masa kecilnya pada saat anak-anak seusianya menghabiskan waktunya dengan bermain, sementara ia harus berada di samping bundanya yang sakit sejak dua tahun lalu.


Rumah Murni, nama ibu yang lumpuh ini terletak Desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Walau tampak jauh dari keramaian kota, tapi rumah Murni juga tidak luput dari keramaian Pemilu lalu. Terbukti dengan banyaknya sticker partai dan caleg yang tertempel di dinding rumah kayu sangat sederhana itu. Tapi sepertinya para politisi dan kader partai itu abai dengan apa yang terjadi di tengah keluarga miskin ini. Para tetanggalah yang terkadang memberikan bantuan ala kadarnya untuk Murni dam putrinya, Sinar. Karena suami Murni sendiri merantau ke Malaysia.

Sinarlah yang membantu dan menemani ibunya selama ini. Mulai dari memindahkan atau menggeser tubuhnya, masak, makan, minum, mandi hingga buang air. Semua itu ia kerjakan sendiri dengan penuh cinta. Tayangan yang ditampilkan SCTV ini bahkan sanggup meruntuhkan air mata mereka yang menyaksikannya. Ada rasa iba dan takjub sekaligus melihat bocah usia 6 tahun yang tampak penuh tanggung jawab melakukan tugas mulianya, sambil mengusap mesra pipi ibunya.

Bocah kelas satu Sekolah Dasar ini bahkan kerap terlambat ke sekolah karena harus mengurus ibunya. Begitu pula setelah pulang sekolah. Nyaris seluruh waktunya telah ia persembahkan bagi ibunya yang sakit parah. Walaupun Sinar memiliki lima orang kakak dan juga belum dewasa, namun mereka semua tinggal terpisah dengannya. Faktor ekonomi membuat mereka menjadi pembantu rumah tangga.

Kisah Sinar, bocah belia usia 6 tahun ini mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya berbakti kepada kedua orang tua. Walau di antara kita mungkin ada yang bertanya, apakah karena usianya yang masih sangat belia itu yang membuat Sinar mampu memahami arti berbakti kepada orang tua? Karena kita sendiri heran melihat perilaku seorang anak yang sudah dewasa justru tak sudi melayani ibunya yang renta dan tak mampu lagi berbuat apa-apa. Ia telah kehabisan cinta dan kasih sayang untuk ibunya.

Tapi begitulah Allah mengajarkan kepada kita tentang cinta kasih kepada orang tua melalui anak kecil ini. IA telah letakkan dalam hatinya pada saat banyak manusia yang justru tak memilikinya. Semoga saja ibu Murni dapat segera sembuh dari penyakit yang menimpanya. Dan putrinya, Sinar, senantiasa diberikan kekuatan oleh Allah Ta’ala berbakti kepada ibunya.

Kisah Sinar, bocah kelas satu Sekolah Dasar Tondo Pata, Polewali Mandar, Sulawesi Selatan, ternyata menggugah nurani banyak orang. Sejumlah dermawan memberikan berbagai bantuan seperti pakaian, beras, uang hingga kasur untuk tidur. Bahkan beberapa dermawan lainnya akan membantu biaya sekolah Sinar.

Cinta bocah bernama Sinar pada ibunya juga telah menginspirasi Charlie, vokalis band ST12. Sebagai bentuk simpati, Charlie menciptakan lagu berjudul Sinar Pahlawanku. Bukan hanya mencipta lagu, ST12 bahkan menginap di rumah anak perempuan berusia enam tahun itu.

Sontak rumah warga Dusun Tondo Pata, Desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menjadi ramai. Penduduk berdatangan untuk melihat band Ibu Kota. Sementara bagi ST12, mereka ingin melihat langsung ketabahan dan kegigihan Sinar merawat ibunya yang lumpuh.

Kebiasaan sehari-hari Sinar, yaitu memasak dan mencuci pakaian. Semua dilakukan seorang diri karena para saudaranya sudah tidak tinggal di rumah. Jangan menangis sayang, ini hanyalah cobaan Tuhan. Hadapi semua dengan senyuman, dengan senyuman. ST12 berharap, bait lagu ciptaan untuk Sinar bisa menguatkan anak yang mencintai ibunya itu.
Sumber : Kompas


Nilai Kehidupan

08 Januari 2010

Oleh: Andrie Wongso

Alkisah, ada seorang pemuda yang hidup sebatang kara. Pendidikan rendah, hidup dari bekerja sebagai buruh tani milik tuan tanah yang kaya raya. Walapun hidupnya sederhana tetapi sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan baik.

Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti.

"Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja kehidupan ini," katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat menggantung diri di sebatang pohon.

Pohon yang dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba menyela lembut. "Anak muda yang tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini."

Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan memilih pohon yang lain, tidak jauh dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, "Hai anak muda. Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin. Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya."

Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lain. Kata yang didengarpun tidak jauh berbeda, "Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh di bawah dedaunanku. Tolong jangan mati di sini."

Setelah pohon yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan berpikir, "Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi makhluk lain".

Segera timbul kesadaran baru. "Aku manusia; masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas aku melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk lain".

Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.

Teman-teman yang luar biasa,

Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu, mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini (dengan) terasa terbeban dan saat tidak mampu lagi menahan akan memungkinkan kita mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.

Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan kita, setiap hari penuh dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia-manusia lainnya.

Maka, jangan melayani perasaan negatif. Usir segera. Biasakan memelihara pikiran positif, sikap positif, dan tindakan positif. Dengan demikian kita akan menjalani kehidupan ini penuh dengan syukur, semangat, dan sukses luar biasa!

Salam sukses luar biasa!!!

Menatap 2010, Semakin Optimis!

07 Januari 2010


Oleh: Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta

“We will open the book. Its pages are blank. We are going to put words on them ourselves. The book is called Opportunity and its first chapter is New Year's Day.”-- Edith Lovejoy Pierce
POSTER berisi pesan singkat terpasang di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat beberapa hari menjelang pergantian tahun baru 2010. Isinya jelas, tidak bertele-tele: ‘2010: Semakin Optimis’. Tak hanya rakyat Indonesia, seluruh dunia pun sepakat untuk menatap tahun 2010 dengan penuh harapan dan optimisme. Dua hal yang telah lumrah menjadi resolusi setiap kali membuka lembaran tahun baru. Tetapi kali ini, dalam menyongsong tahun baru, harapan dan optimisme nampaknya lebih keras lagi didengungkan dari seluruh penjuru dunia. Hal itu bukannya tanpa sebab. Berbagai bencana yang menimpa umat manusia datang silih berganti sepanjang tahun 2009. Mulai dari bencana alam, bencana finansial, hingga bencana yang ditimbulkan oleh ulah keji manusia sendiri.

Bencana alam terjadi di seluruh dunia, tak terkecuali di negeri sendiri. Badai salju yang menerjang Eropa di penghujung tahun menjelang natal yang telah menewaskan puluhan orang, seakan menutup tahun dengan penuh kepedihan. Menurut PBB, tahun ini diperkirakan 9 ribu orang tewas dan sekitar 58 juta orang lainnya mengalami kerugian yang tak sedikit akibat bencana alam yang terjadi: banjir, badai, gelombang panas, dan kondisi iklim ekstrim lainnya. Dalam sebuah kajian yang dipresentasikan di KTT Perubahan Iklim di Kopenhagen, banyak dari ke 245 situasi iklim yang ekstrim itu diakibatkan atau nantinya dapat diperparah oleh perubahan iklim.

Krisis ekonomi yang dimulai dari negeri Paman Sam masih terasa dampaknya hingga tahun 2009. Walau demikian, Indonesia patut bersyukur, bersama dengan Cina dan India, ekonomi Indonesia dianggap sebagai salah satu ekonomi yang paling stabil dan menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang positif dan perbaikan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara lain di dunia. Berpijak dari keadaan ekonomi tahun 2009, Pemerintah Indonesia pun optimis pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 akan mencapai 5,5%. Bandingkan dengan tahun 2009, dimana Pemerintah hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5%. Bahkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 dapat mencapai 5,9 persen.

Sementara itu, bencana tak hanya disebabkan oleh alam. Bencana yang paling menyakitkan ialah bencana kemanusiaan yang disebabkan ulah tangan kotor manusia sendiri. Kedamaian dunia diusik oleh tindakan brutal bom bunuh diri di Timur Tengah dan negara-negara sekitarnya, serangan brutal di Nigeria, hingga kekacauan politik di Filipina, membuat dunia terasa jauh dari kedamaian.

Tak heran bila sejarah kelam sepanjang tahun 2009 dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh umat manusia dan jangan sampai terulang kembali. Dan tak salah bila hampir seluruh pemimpin dan tokoh dunia ramai-ramai mengangkat harapan dan optimisme sebagai resolusi untuk menatap tahun 2010 dengan lebih baik.

Sambutlah tahun baru 2010 dengan lebih optimis. Penuh percaya diri dalam mengatasi segala persoalan yang menghadang. Tak lupa pula untuk selalu mensyukuri nikmat yang ada dan mengapresiasi setiap hasil dan jerih payah yang telah dilakukan, walau sekecil apapun.

Optimisme dalam menatap hari depan yang lebih baik, dan mengapresiasi apa yang telah didapatkan, tak melulu milik mereka kaum dewasa, yang memiliki profesi tertentu, atau yang tinggal di perkotaan. Tapi juga seharusnya dimiliki oleh generasi muda saat ini. Tengoklah Apep Nurhalim, 15 tahun, pelajar kelas VII SMP Negeri Jelegong, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Ciamis dalam menatap hari esok yang lebih baik. Setiap pagi Apep harus bangun pukul empat pagi dini hari. Jika telat bangun, Apep dipastikan terlambat masuk sekolah. Tak hanya Apep yang harus berjuang keras agar bisa sekolah di jenjang sekolah menengah di desanya, tetapi ada 27 teman Apep yang melakukan hal yang sama.

Mereka berangkat ke sekolah pukul lima pagi. Selama 2,5 jam, Apep dan kawan-kawannya harus berjalan kaki sejauh 7 km lebih agar bisa sampai ke sekolah. Sepanjang perjalanan, mereka harus berjalan kaki, naik turun gunung yang tentu saja memerlukan tenaga ekstra, serta melintasi dua sungai agar sampai ke tujuan. Mereka melakukan hal tersebut karena tidak ada angkutan umum yang melintas di desa mereka. Bila tidak turun hujan, untuk menyeberangi dua sungai itu tidak ada masalah. Bila hujan turun, apa boleh buat, mereka tak bisa ke sekolah karena bakal tak dapat menyeberangi sungai yang ketinggian airnya tak bisa dilalui. Jadi setiap hari, mereka harus berjalan kaki sejauh 14 km selama 5 jam. Mereka toh tetap melakukan hal tersebut, untuk sebuah alasan agar dapat bersekolah. Bukan hanya optimisme yang ditunjukkan oleh mereka, walau harus bersusah payah menempuh perjalanan jauh untuk menuju sekolah, tetapi mereka tetap bersyukur dapat bersekolah. Bayangkan berapa juta anak Indonesia yang belum beruntung karena tidak dapat bersekolah.

Songsonglah tahun baru dengan penuh keyakinan yang kokoh. Setiap pergantian tahun seringkali kita disarankan untuk melihat dan melakukan introspeksi atas apa-apa yang telah dilakukan di masa lalu. Agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama secara berulang, buatlah hidup ini dengan terencana dan teratur. Buatlah resolusi Anda di tahun baru ini. Tetapkan target apa saja yang harus dicapai selama tahun 2010 ini. Tak perlu muluk-muluk, Anda harus mengukur kemampuan diri Anda sendiri. Dengan adanya target, setidaknya jalan hidup Anda lebih terarah. Karena ada sesuatu yang dituju. Kalaupun akhirnya target Anda meleset, tak perlu kecewa. Buatlah resolusi baru. Resolusi dibuat tentu tidak perlu menunggu tahun baru. Tetap semangat! Selamat Tahun Baru 2010!

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet