Memilih karier dan profesi untuk ditekuni memerlukan suatu belief bahwa pilihan itu memberikan harapan ke arah peningkatan kualitas hidup di masa depan. Sama halnya ketika seorang lulusan sekolah menengah memilih fakultas tertentu untuk melanjutkan studinya di universitas. Belief seseorang itu mengarahkan sikap dan kemudian perilakunya terhadap hal atau objek tertentu.
Semua orang, sadar ataupun tidak, memilih karier dan profesi atas dasar belief yang dianutnya. Profesi-profesi favorit di masa lalu ––dokter, insinyur, akuntan, atau lainnya–– diyakini banyak orang akan mampu membuat mereka sejahtera lahir dan batin. Sebaliknya, sebagian pilihan lain seperti wirausaha, wiraniaga, penulis, dan seniman, dianggap kurang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Semua itu karena belief yang dimilikinya.
Kata "belief" dalam kamus Echols dan Sadhily diterjemahkan sebagai kepercayaan atau keyakinan. Umumnya hal ini dikaitkan dengan agama (believer), tetapi tidak cuma itu. Sementara Anthony Robbins, dalam bukunya Unlimited Power, menjelaskan bahwa, "Belief is nothing but a state, an intenal representation that governs behaviors." Ia dapat bersifat memberdayakan (empowering belief), tapi juga dapat `memperlemah' (disempowering belief). Dan, seorang bernama Robert Danton Jr, pernah menegaskan bahwa, "Sebuah keyakinan adalah apa yang secara personal kita ketahui atau kita anggap benar, sekalipun orang lain tidak menyetujuinya. " Hal terakhir ini menunjukkan sifat subjektif dari belief seseorang.
Dalam kaitannya dengan pilihan karier dan profesi, sebuah keyakinan dapat bersifat memberdayakan bila ia menuntun kita untuk melihat kemungkinan (possibility) untuk dapat berhasil atau mencapai tujuan tertentu. Sebaliknya, ia juga dapat `memperlemah' jika kita tidak yakin terhadap kemungkinan bahwa karier dan profesi yang sedang kita tekuni akan membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Artinya, bila kita yakin bahwa kita tidak akan bisa berhasil, maka disempowering belief ini membuat kita enggan berusaha lebih serius atau bekerja lebih keras. Sebaliknya, jika kita yakin bahwa keberhasilan bisa dicapai lewat karier dan profesi yang kita tekuni, maka empowering belief ini akan menjadi semacam sumber energi luar biasa yang membuat kita mampu bertekun dan bekerja keras untuk mencapai apapun tujuan yang telah kita tetapkan dalam hati.
Darimana sebuah keyakinan muncul? Robbins menyebutkan lima sumber, yakni: lingkungan sekitar (environment) , peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita (events), pengetahuan (knowledge), hasil-hasil masa lalu (our past results), dan creating in your mind of the experience you desire in the future as if it were here now (semacam `visi" –pen).
Dalam pengertian di atas, sebuah belief ikut membentuk sikap atau attitude, yakni suatu pola berpikir (kognitif) dan pola berperasaan (afektif) yang kemudian dinyatakan dalam perilaku tertentu (behavior). Dan dalam arti yang dijelaskan Robbins bahwa belief memiliki kesamaan pengertian dengan apa yang disebut Stephen Covey, pengarang The 7 Habits of Highly Effective People, sebagai paradigma atau peta mental.
Baik Robbins maupun Covey sepakat bahwa belief atau paradigma yang kita anut/miliki, dapat kita ubah, kita geser, atau kita perbaiki agar lebih berkesesuaian dengan fakta kehidupan (`kebenaran' ). Akan tetapi hal itu tidaklah mudah dilakukan. Kebanyakan kita enggan atau bahkan takut menerobos batas-batas keyakinan yang kita miliki, apalagi bila keyakinan itu juga dianut oleh sebagian besar orang di lingkungan kita (keluarga, sekolah, masyarakat, dsb).[aha]
Sumber: Keyakinan oleh Andrias Harefa. Andrias Harefa adalah seorang writer, trainer, speaker.
Semua orang, sadar ataupun tidak, memilih karier dan profesi atas dasar belief yang dianutnya. Profesi-profesi favorit di masa lalu ––dokter, insinyur, akuntan, atau lainnya–– diyakini banyak orang akan mampu membuat mereka sejahtera lahir dan batin. Sebaliknya, sebagian pilihan lain seperti wirausaha, wiraniaga, penulis, dan seniman, dianggap kurang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Semua itu karena belief yang dimilikinya.
Kata "belief" dalam kamus Echols dan Sadhily diterjemahkan sebagai kepercayaan atau keyakinan. Umumnya hal ini dikaitkan dengan agama (believer), tetapi tidak cuma itu. Sementara Anthony Robbins, dalam bukunya Unlimited Power, menjelaskan bahwa, "Belief is nothing but a state, an intenal representation that governs behaviors." Ia dapat bersifat memberdayakan (empowering belief), tapi juga dapat `memperlemah' (disempowering belief). Dan, seorang bernama Robert Danton Jr, pernah menegaskan bahwa, "Sebuah keyakinan adalah apa yang secara personal kita ketahui atau kita anggap benar, sekalipun orang lain tidak menyetujuinya. " Hal terakhir ini menunjukkan sifat subjektif dari belief seseorang.
Dalam kaitannya dengan pilihan karier dan profesi, sebuah keyakinan dapat bersifat memberdayakan bila ia menuntun kita untuk melihat kemungkinan (possibility) untuk dapat berhasil atau mencapai tujuan tertentu. Sebaliknya, ia juga dapat `memperlemah' jika kita tidak yakin terhadap kemungkinan bahwa karier dan profesi yang sedang kita tekuni akan membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Artinya, bila kita yakin bahwa kita tidak akan bisa berhasil, maka disempowering belief ini membuat kita enggan berusaha lebih serius atau bekerja lebih keras. Sebaliknya, jika kita yakin bahwa keberhasilan bisa dicapai lewat karier dan profesi yang kita tekuni, maka empowering belief ini akan menjadi semacam sumber energi luar biasa yang membuat kita mampu bertekun dan bekerja keras untuk mencapai apapun tujuan yang telah kita tetapkan dalam hati.
Darimana sebuah keyakinan muncul? Robbins menyebutkan lima sumber, yakni: lingkungan sekitar (environment) , peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita (events), pengetahuan (knowledge), hasil-hasil masa lalu (our past results), dan creating in your mind of the experience you desire in the future as if it were here now (semacam `visi" –pen).
Dalam pengertian di atas, sebuah belief ikut membentuk sikap atau attitude, yakni suatu pola berpikir (kognitif) dan pola berperasaan (afektif) yang kemudian dinyatakan dalam perilaku tertentu (behavior). Dan dalam arti yang dijelaskan Robbins bahwa belief memiliki kesamaan pengertian dengan apa yang disebut Stephen Covey, pengarang The 7 Habits of Highly Effective People, sebagai paradigma atau peta mental.
Baik Robbins maupun Covey sepakat bahwa belief atau paradigma yang kita anut/miliki, dapat kita ubah, kita geser, atau kita perbaiki agar lebih berkesesuaian dengan fakta kehidupan (`kebenaran' ). Akan tetapi hal itu tidaklah mudah dilakukan. Kebanyakan kita enggan atau bahkan takut menerobos batas-batas keyakinan yang kita miliki, apalagi bila keyakinan itu juga dianut oleh sebagian besar orang di lingkungan kita (keluarga, sekolah, masyarakat, dsb).[aha]
Sumber: Keyakinan oleh Andrias Harefa. Andrias Harefa adalah seorang writer, trainer, speaker.
0 komentar:
Posting Komentar