Moral dan Pendidikan Bangsa Kita

10 Juli 2008

Intan Irawati 09-Jul-2008, 00:42:17 WIB - [www.kabarindonesia.com]


KabarIndonesia - Dalam pendidikan di Indonesia, guru memiliki peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai seorang pengajar yang mentransfer ilmu, tetapi juga seorang pendidik yang menanamkan nilai-nilai budaya, orang tua kedua serta penjaga moral bagi anak didiknya. Hal ini terkait dengan kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Selain kompetensi akademik dan pengelolaan proses belajar mengajar, guru juga perlu memiliki kompetensi personal. Kompetensi personal ini meliputi memiliki kepribadian yang stabil, berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan bagi peserta didik.

Tanpa disadari oleh guru, mereka adalah panutan dan figur bagi anak didik dalam mencapai kemandirian dan kedewasaan.Malangnya, dunia pendidikan kita telah banyak kehilangan idealismenya. Sekolah mahal berlabel unggulan, sudah menjadi hak eksklusif masyarakat kaya. Nilai UN digunakan sebagai ajang promosi bagi para pejabat. Beberapa daerah berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui tingkat kelulusan 100 persen yang dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara yang tidak terpuji adalah sedikit melonggarkan pengawasan dalam ujian, dan jika perlu guru membantu memberi jawaban untuk dibagikan kepada siswa peserta ujian. Saat-saat tes yang dihadapi oleh siswa dari SD, hingga Perguruan Tinggi di semua jenjang selalu saja terbuka kesempatan, untuk bekerja sama dan saling memberi contekan. Suatu harian surat kabar melansir bahwa saat Uji Sertifikasi Guru telah ditemukan ribuan Ijazah palsu. Berita ini tentu sangat menyedihkan kita semua.

Guru, yang sering diartikan sebagai sosok yang ’digugu dan ditiru’ melakukan hal yang bertentangan dengan moral. Bagaimana kondisi anak didik yang dididik oleh guru yang melakukan tindakan tidak terpuji ini?Dalam peribahasa disebutkan bahwa ’guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Pantaslah kiranya saat ini bangsa Indonesia sulit mencari pegawai, kasir, partner bisnis bahkan mencari calon pemimpin yang jujur. Kalaupun ada pemimpin yang jujur, orang-orang sekelilingnya banyak yang tidak jujur sehingga menghambat kinerja sang pemimpin. Ada kasus calon wakil rakyat yang berijazah palsu, suatu bukti ketidakjujuran moral yang sangat memprihatinkan.

Peningkatan kualitas pendidikan di tanah air tidak dapat dilepaskan dari eksistensi guru itu sendiri. Cita-cita pendidikan kita untuk membentuk manusia seutuhnya tidak dapat lepas dari peran guru. Tetapi sesungguhnya, sosok guru tidak hanya kita jumpai di sekolah. Orang tua adalah pendidik, guru, yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Demikian pula masyarakat, para ulama, bahkan pemerintah, kita semua pada hakekatnya adalah guru. Jadi, memiliki kompetensi moral merupakan tugas dan kewajiban kita bersama. Bila komponen bangsa ini mau mengintropeksi diri, maka dari pemerintah, pejabat, hingga masyarakat hendaknya berani mengakui kesalahan dan kekeliruannya. Dan yang lebih penting adalah memperbaiki diri, bertobat dan melakukan aktivitas yang lebih baik dari hari kemarin.

Catatan: - Alma, Bukhori, 2008, Pendidikan Anti Korupsi Membangun Bangsa yang Jujur, dan Percaya Diri, Melalui Proses Ujian Sekolah, Mandikdasmen, Jakarta- Adhit, 2008, Saat Uji Sertifikasi Guru Ditemukan Ribuan Ijazah Palsu

0 komentar:

Random Post

Widget edited by Nauraku

Arsip Komentar

Free Image Hosting


 

Top Post

SUARA MERDEKA CYBERNEWS

detikInet